#2 – Lapar

LaparJudul: Lapar
Penulis: Knut Hamsun
Penerjemah: Marianne Katoppo
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia (cetakan II, Juli 2013)
Halaman: xxii + 284
ISBN 13: 978-979-461-850-9
Harga: Rp 55.000,-

Knut Hamsun. Nama itu belum saya pernah dengar sebelumnya hingga hari Sabtu tanggal 28 Desember 2013. Hari itu saya iseng ke toko buku di kota saya dan melihat buku ini di rak “Sastra”. Saya pun tertarik ketika mengetahui Hamsun adalah seorang penerima nobel di bidang kesusastraan.

Lapar bercerita tentang “Aku” yang sangat miskin. Sudah biasa baginya tidak memegang uang sepeser pun dan tidak makan berhari-hari. “Aku” harus menahan lapar, badannya menjadi kurus kering, lemah, dan tidak berdaya. Bahkan dia tidak punya tempat tinggal. Pernah dia harus tidur di hutan di kala cuaca begitu dingin.

Yang menarik dari “Aku” adalah meski dia sangat miskin dan sudah tidak makan berhari-hari, dia tetap berpikir positif. Dia selalu semangat dan yakin bahwa artikelnya akan dimuat di koran dan dia akan mendapat uang untuk makan. Dia percaya itu. “Aku” juga orang yang jujur dan harga dirinya begitu tinggi. Meski dia tidak punya uang dan sangat kelaparan, dia tidak mau mengharapkan belas kasihan orang lain. Dia juga seorang yang jujur. Ketika seorang pelayan salah memberikan uang kembalian kepadanya, awalnya dia senang karena telah menerima uang “gratis”. Namun, lama-kelamaan hati nuraninya terus menghantuinya. Dia merasa bersalah. Untuk menebus rasa bersalahnya, dia memberikan uang itu ke nenek-nenek penjual roti. Bahkan, di saat saya mengira dia sebentar lagi akan mati, dia tetap optimis dan semangat.

Terlepas dari sifat positif dari tokoh “Aku”, jujur saja saya sering merasa kesal. Saya kesal dengan sifatnya yang terlalu optimis itu. Dia terlalu percaya diri bahwa tulisannya akan diterima editor, sementara dia sudah ditolak berkali-kali. Bukannya dia juga tetap mencari pekerjaan yang lain, tapi dia tetap terpaku dengan pekerjaannya sebagai penulis. Akibatnya, dia tidak punya penghasilan dan dia harus menahan lapar juga dingin karena dia tidak ada tempat tinggal. Yah, mungkin ini karena saya yang pragmatis, tapi entahlah… Rasa-rasanya “Aku” itu ya ndak benar juga.

Lapar yang aslinya berbahasa Norwegia diterjemahkan dengan baik oleh Marianne Katoppo. Tahu darimana saya kalau novel ini terjemahannya baik sementara saya kan tidak bisa bahasa Norwegia? Karena saya menikmati membaca novel ini. Kening saya tidak perlu berkerut membaca terjemahan yang aneh. Saya terhanyut membaca dari awal hingga akhir. Namun sayang, masih ada beberapa kesalahan ketik. Tapi, bisa ditolerir lah. Mudah-mudahan cetakan yang berikutnya tidak ada lagi kesalahan ketik.

Skala 1 – 5, saya beri nilai 4 untuk Lapar.

Satu komentar pada “#2 – Lapar”

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: