#15 – Lelaki Harimau

Lelaki HarimauJudul: Lelaki Harimau
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama (Cetakan I cover baru, Agustus 2014)
Halaman: iv + 194
ISBN 13: 978-602-03-0749-7
Harga: Rp 45.000,-
Rating: 5/5

Suatu hari Anwar Sadat ditemukan tewas dalam keadaan leher nyaris putus seperti habis digigit harimau. Tersiar kabar pelakunya adalah Margio. Namun, dia membantah. Dia bilang, “Bukan aku yang melakukannya. Ada harimau dalam tubuhku.”

Dalam Lelaki Harimau kita diajak untuk memecahkan suatu kasus pembunuhan. Kita mencari tahu siapa pelakunya dan apa yang menjadi motifnya. Eka Kurniawan membawa kita melakukan time travel untuk menemukan jawabannya. Kita ditarik mundur ke sejarah keluarga Margio: sewaktu ibu dan ayahnya dijodohkan, ketika Margio dan Mameh–adik perempuannya–masih kecil, dan penyiksaan-penyiksaan yang kerap dilakukan oleh Komar, ayah mereka. Kemudian, kita dibawa ke masa Margio yang terpaksa menolak cinta Maharani, anak Anwar Sadat. Kita akan terus diajak Eka untuk melakukan perjalanan waktu dari satu peristiwa ke peristiwa berikutnya. Tugas kita adalah meluruskan garis benang merah yang kusut sehingga kitapun jadi mengetahui harimau apa yang dimaksud Margio dan kenapa dia membunuh Anwar Sadat.

Eka menulis plot cerita Lelaki Harimau rapi sekali. Dia sabar menuntun kita dari satu konflik ke konflik berikutnya. Membaca novel ini juga seperti mengupas bawang. Untuk mengetahui apa yang terjadi berikutnya kita harus mengupas lapisan demi lapisan. Hati-hati, air mata bisa keluar selagi mengupas bawang. Kita tidak tahu pada lapisan ke berapa akan menemukan jawabannya.

#14 – Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar TuntasJudul: Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama (Cetakan I, Mei 2014)
Halaman: vi + 250
ISBN 13: 978-602-03-0393-2
Harga: Rp 58.000,-
Rating: 3/5

Ajo Kawir, sebagai tokoh utama dalam novel ini, punya satu permasalahan besar: Burungnya tidak bisa berdiri! Hal itu disebabkan secara tidak langsung oleh sahabatnya, Si Tokek. Atau setidaknya demikianlah yang dipikirkan Si Tokek. Si Tokek menyalahkan dirinya sendiri karena kalau bukan ajakannya mengintip Rona Merah–janda gila–mandi, mungkin mereka tidak akan melihat kejadian Rona Merah diperkosa dua orang polisi, sehingga burung Ajo Kawir tidak perlu tidur panjang.

Kejadian itu terjadi saat Ajo Kawir masih remaja. Dia sangat sedih dan terpukul begitu tahu burungnya tidak bisa berdiri sejak saat itu. Dia sering menangis. Bahkan, dia pernah hampir memotong burungnya sendiri. Untungnya Si Tokek melihat kejadian itu dan mencegahnya. Si Tokek meyakinkan Ajo Kawir suatu saat nanti burungnya pasti bangun dari tidurnya. Kalaupun dipaksa bangun sekarang, memangnya mau dipakai untuk apa? Begitulah Si Tokek mencoba menghiburnya sahabatnya. Ajo Kawir tertawa. Dia pun mulai bisa menerima kenyataan dan dia membiarkan burungnya tidur selama yang dia mau.

“Hanya orang yang enggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati,” kata Iwan Angsa sekali waktu perihal Ajo Kawir. (hal. 1)

Memang Ajo Kawir tidak takut mati. Dia menjadi jagoan kampung dan hobi sekali berkelahi. Bahkan dia menerima tawaran untuk membunuh Si Macan, seorang preman yang terkenal kejam. Namun, begitu dia mengenal Iteung, dia jadi takut mati. Dia juga jadi berusaha keras untuk membangunkan burungnya dari tidur. Biar bagaimanapun, dia ingin membahagiakan Iteung. Memainkan jari di lubang kemaluan wanita tidak akan cukup memuaskannya. Iteung ingin lebih. Dan dia pun hamil.

Ajo Kawir berang. Dia pergi dari rumah dan kemudian menjadi supir truk. Dia tidak lagi berada di jalan kekerasan. Malahan dia menemukan jalan kedamaian. Dia berdamai dengan dirinya. Dia tidak lagi menuntut burungnya untuk berhenti dari hibernasi. Dia bersumpah tidak akan lagi berkelahi. Ajo Kawir sudah tobat.

Setelah selesai membaca novel ini, saya memperhatikan sampul dan judulnya. Saya baru bisa memahami kenapa seekor burung matanya terpejam seolah-olah tidur. Jelas ini tentang burung Ajo Kawir yang sedang tidur. Kemudian dari judulnya, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas sudah menggambarkan perasaan Ajo Kawir yang rindu dengan istrinya, Iteung. Ya rindu ingin bertemu, juga rindu ingin tidur bersama. Di akhir cerita Ajo Kawir bisa menjawab kerinduannya, tetapi tunggu dulu… Cerita tidak berakhir begitu saja.

Jujur saja, begitu halaman pertama saya buka dan membaca kata-kata Iwan Angsa di atas, saya sedikit kecewa. Saya jadi memperkirakan cerita novel ini bakal tidak jauh-jauh dari seks, minimal mengumbar begitu banyak alat kelamin. Dan, saya benar. Bukan masalah sebenarnya. Ini hanya masalah selera. Saya tidak terlalu tertarik dengan cerita yang bertema seks. Karena saya punya referensi novel sampah yang berbau seks. Apalagi kalau bukan Fifty Shades of Grey?

Saya tahu saya menggeneralisasi dan itu tidak baik. Untunglah generalisasi saya kali ini salah. Karena rupanya novel ini jauh lebih bagus ketimbang Fifty Shades of Grey tentu saja. Ceritanya tidak melulu soal seks. Ada cerita tentang persahabatan antara Ajo Kawir dan Si Tokek, cerita yang menyindir polisi semaunya saja (dua orang polisi yang memperkosa Rona Merah), cerita tentang posisi wanita yang lemah dan selalu kalah sehingga jadi objek seks pria, cerita tentang kebesaran jiwa Ajo Kawir, dan tentu saja cerita tentang cinta.

Meski banyak cerita yang ingin disampaikan, Eka Kurniawan menuliskannya dengan sederhana tanpa terkesan murahan. Tidak rumit dan tidak berkelok-kelok. Eka tidak memakai kosakata rumit yang bikin dahi berkerut. Ceritanya mengalir dengan lancar, tanpa mampet, tanpa tersendat. Jadi, meski buku ini cukup vulgar, saya memaklumi dan memaafkan.

#13 – Burung-Burung Manyar

Burung-burung ManyarJudul: Burung-burung Manyar
Penulis: Y. B. Mangunwijaya
Penerbit: Penerbit Buku Kompas (cetakan I, 2014)
Halaman: x + 406 halaman
ISBN 13: 978-979-709-842-1
Harga: Rp 69.000,-
Rating: 5/5

Burung-burung Manyar berkisah tentang Teto dan Atik. Dua manusia yang berteman sejak kecil lalu tumbuh perasaan cinta di kala mereka dewasa. Teto yang terlampau arogan dan menuruti egonya lebih memilih untuk tidak memperjuangkan cintanya dan bergabung dengan KNIL. Dia benci Jepang yang telah merenggut ayah dan ibunya. Dia sinis pada Indonesia yang berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Padahal Atik–orang yang dicintainya–berjuang di kubu seberang. Mereka adalah sepasang manusia yang saling mencintai, tapi berada dalam dua kubu yang bertentangan.

Mengapa selalu segala yang indah berdampingan dengan yang kotor dan berbau? Jika benar cinta dan kemesraan pria-wanita itu mulai dari sumber kebahagiaan, mengapa Tuhan menciptakan tubuh kita sedemikian sehingga organ cinta sangat dilekatkan berdampingan bahkan bersatu dengan lubang pembuangan kotoran? (hal. 74 – 75)

Semasa menjadi pasukan KNIL, Teto sebenarnya mulai mempertanyakan keputusannya. Benarkah keputusannya bergabung dengan KNIL, apalagi setelah Atik juga ikut berjuang membela Indonesia? Ah, malu rasanya kalau dia harus keluar dari KNIL dan mencari Atik. Malu juga rasanya setelah perang usai dia pulang dan mencari Atik. Maka, atas nama gengsi Teto harus mengubur perasaannya dan melupakan Atik. Tentu saja dia gagal. Dia memang melanjutkan hidupnya dengan kuliah, menjadi sarjana Matematika, menikah, ditinggal istri, dan punya posisi penting di perusahaan multinasional. Namun, jangan tanya perasaannya. Penyesalannya tiada henti karena telah melepas Atik.

Sepanjang saya membaca Burung-burung Manyar, saya berpikir perang itu sesungguhnya merugikan semua pihak. Saya tidak tahu mana yang sesungguhnya benar dan salah. Semua pihak merasa dirinyalah yang paling benar. Pokoknya pihak yang bertentangan adalah musuh yang harus dikalahkan. Dengan dua tokoh utama, Teto dan Atik, yang berada di pihak-pihak yang saling bertentangan, Romo Mangun mengajak kita untuk berempati. Teto dan Atik memiliki alasan tersendiri mengapa mereka memilih untuk bergabung dengan pihak-pihak yang bertikai. Inilah yang coba diajarkan Romo Mangun lewat novel ini. Marilah kita belajar untuk melihat dari sudut pandang orang lain, termasuk sudut pandang musuh kita.

Romo Mangun mendeskripsikan perasaan Teto sangat detil sampai-sampai saya bisa memakluminya bergabung dengan KNIL. Saya juga bisa mengerti perasaan rakyat kecil yang sesungguhnya lebih menyukai Belanda berkuasa ketimbang Jepang. Bahkan, ada yang berharap Indonesia bergabung saja dengan Belanda dan membentuk commonwealth. Untuk apa Indonesia merdeka kalau masih miskin begini? Untuk apa Indonesia merdeka kalau penguasanya semena-mena dan menindas rakyat? Kembali saja dikuasai Belanda. Orang-orang Belanda malah jauh lebih bermartabat dan baik hati ketimbang pribumi yang punya kekuasaan.

Atik juga sangat kuat dideskripsikan oleh Romo Mangun. Atik adalah seorang wanita yang berpendirian, kuat, cerdas, dan sangat mencintai Teto. Meski dia sudah menikah dan punya tiga anak, dia masih menempatkan Teto di sudut hatinya. Cinta Atik kepada Teto ini membuat saya kembali bertanya ke diri sendiri, “Memangnya benar ada cinta seperti ini?”

Terlepas dari cerita yang luar biasa memikat (meski saya tidak suka dengan ending-nya yang sungguh menyesakkan), tutur tulisan yang mengalun dengan indah dan jenaka, dan penokohan yang sangat kuat, ada dua hal yang sedikit mengganggu saya. Pertama, perbedaan usia Teto dan Atik. Kalau saya tidak salah, di bab-bab awal diceritakan usia mereka terpaut dua tahun dengan Teto yang lebih tua. Namun, di bab “Aula Hikmah” yang menceritakan Atik sidang mempertahankan tesisnya, saat itu Atik berumur 41 tahun. Hal ini seperti apa yang Teto ceritakan:

Ah, itulah Sang Pujaan. Nah, tersenyum, merasa sip dia, walaupun telah satu tahun melampaui umur 40 tahun; … (hal. 308)

Kemudian, Teto bilang (saya lupa di halaman berapa) umurnya 46 tahun. Ah, bisa saja saya keliru. Nanti deh kapan-kapan dibaca ulang dan dicek sebenarnya berapa tahun perbedaan usia mereka.

Kedua, ada dua bab yang bercerita tentang Karjo dan setan kopor. Saya tidak tahu apa pentingnya mereka ini dalam cerita karena tidak memiliki hubungan erat dengan cerita utama. Bisa jadi Karjo dan setan kopor hadir dalam cerita untuk menjelaskan kondisi rakyat kecil pada saat itu yang semakin sengsara karena ditindas pemimpinnya.

Meski ada dua hal yang sedikit mengganggu, tapi saya bisa memaafkan. Toh, Burung-burung Manyar jauh lebih banyak sisi mengesankannya daripada sisi mengganggunya. Dengan senang hati saya memberi nilai 5 bintang dari 5. Ditambah, saya memasukkannya ke dalam rak buku “favorites” di Goodreads saya. 🙂

Buku di Oktober 2014

Sepertinya dua bulan terakhir adalah bulan-bulan di mana produktivitas membaca saya cukup baik. Bulan September lalu saya membaca delapan buah buku dan selama bulan Oktober kemarin saya membaca sepuluh buku. Hore! Mudah-mudahan tren positif ini terus berlanjut ke bulan-bulan berikutnya. Amin.

Jadi, sepuluh buku yang saya baca adalah:

1. The Moral Animal – Robert Wright

Menurut saya bukunya yang kurang seru. Sepertinya penulis adalah fans Darwin sejati. Wright membahas semuanya selalu kembali ke Darwin. Jadinya semacam membaca buku biografi Charles Darwin, bukannya tentang the moral animal itu sendiri.

Rating: 2/5

2. The Social Animal – David Brooks

Buku nonfiksi tentang human life span yang menarik. Brooks menuliskannya tidak kaku, misalnya hanya dengan menuliskan teori demi teori melainkan seperti cerita. Brooks menciptakan dua tokoh utama untuk buku nonfiksi ini, yaitu Erica dan Harold. Dia menceritakan kisah Erica dan Harold sedari mereka lahir, tumbuh dan berkembang, jatuh cinta, sukses dalam karir lalu gagal, dan tentunya konflik di antara mereka berdua. The Social Animal seperti buku fiksi dan nonfiksi yang menjadi satu.

Rating: 5/5

3. Choke – Chuck Palahniuk

Novel Choke berkisah tentang Victor Mancini, seorang pecandu seks yang semasa kecilnya di-abuse oleh ibu kandungnya sendiri. Sementara ibunya yang sudah tua harus dirawat di fasilitas home care, sepertinya karena pikun. Hubungan antara Victor dan ibunya seperti hubungan love-and-hate. Victor tidak mendapat kasih sayang dari ibunya, tapi dia tetap merawat dan menyayangi ibunya.

Rating: 3/5

4. Sex. Power, Conflict – David M. Buss

Membosankan. Entahlah. Mungkin karena yang menulis bukan Bapak Buss sendiri. Beliau hanya editor di sini.

Rating: 1/5

5. Diary – Chuck Palahniuk

Diary berkisah tentang Misty Wilmot yang harus mengalami nasib menjadi korban konspirasi. Dia seorang pelukis handal terpaksa membuang mimpinya menjadi pelukis terkenal ketika dia kedapatan hamil dan harus menikahi Peter Wilmot. Mereka berdua kembali ke kampung halaman Peter di Waytansea Island. Suatu hari Peter ditemukan dalam keadaan tidak sadar di mobilnya. Dari sinilah kemudian diketahui sedikit demi sedikit kenapa Peter memaksa membawa Misty ke Waytansea Island.

Rating: 3/5

6. The Woman that Never Evolved – Sarah Blafer Hrdy

Mungkin saja saya bacanya sedang tidak fokus jadi buku ini rasanya… tidak menarik. Kebanyakan penjelasan tentang hewan-hewan primata ketimbang manusianya. Masuk akal sih kenapa lebih banyak membahas primata, tapi ya… bosan juga. 😛

Rating: 1/5

7. On Disobedience and Other Essays – Eric Fromm

Saya baru ngeh ternyata buku ini adalah kumpulan esai Eric Fromm. Saya hanya ingat sedikit tentang On Disobedience. Sementara tiga esai yang lain saya lupa. Nantilah dibaca ulang. Toh, esainya singkat dan menarik.

Rating: 3/5

8. The Art of Loving – Eric Fromm

Dari judulnya saja sudah ketahuan buku ini tentang seni mencintai. Fromm memberitahu kita bahwa cinta itu seni dan untuk bisa menguasai seni tersebut kita harus belajar. Kita terlalu fokus untuk menjadi objek, untuk dicintai, sehingga kita lupa untuk bagaimana mencintai. Fromm juga menjelaskan beberapa jenis cinta, yaitu fatherly/motherly love, brotherly love, erotic love, self-love, dan love of God.

Rating: 5/5

9. Lelaki Harimau – Eka Kurniawan

Sebuah kampung geger karena Margio membunuh Anwar Sadat dengan menggigit putus lehernya. Tanpa senjata. Hanya gigi taringnya. Margio pun dengan enteng bilang, “Bukan aku yang melakukannya. Ada harimau dalam tubuhku.” Membaca Lelaki Harimau seperti menonton film detektif. Permasalahan diletakkan di awal, yaitu pembunuhan Anwar Sadat. Kemudian, halaman demi halaman berikutnya kita akan diajak bersama mencari tahu kenapa Margio membunuh Anwar Sadat dan kenapa ada harimau di dalam tubuhnya.

Rating: 5/5

10. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas – Eka Kurniawan

Kurang seru dibandingkan Lelaki Harimau. Ya begitulah.

Rating: 3/5