Judul: Inteligensi Embun Pagi
Penulis: Dee Lestari
Penerbit: Bentang (cetakan I, Februari 2016)
Halaman: xiv + 710
Harga: Gratis. Hadiah ulang tahun dari Mas Joe.
Rating: 3/5
Sebagai fans Supernova, jelas saya sangat menanti-nanti Inteligensi Embun Pagi, untuk seterusnya mari kita singkat saja menjadi IEP. Berbagai pertanyaan yang menggelayut akhirnya terjawab juga di sini. Meski tetap ada pertanyaan-pertanyaan berikutnya, tapi bagi saya pertanyaan tersebut sudah tidak terlalu penting lagi.
Saya akan membahas sisi positifnya terlebih dahulu. Jadi begini… Begitu menamatkan IEP perasaan yang pertama muncul adalah puas. Seperti yang sudah saya jelaskan di paragraf di atas, pertanyaan-pertanyaan saya terjawab di IEP. Pertanyaan seperti siapa sebenarnya Ksatria, Putri, Bintang Jatuh? Akar? Petir? Partikel? Gelombang? Apa kaitan mereka semuanya? Lalu, muncul istilah Peretas, Infiltran, Sarvara, Umbra. Apalagi itu? Ternyata… Oh, begitu toh.
Berikutnya, saya tidak tahu ada penulis Indonesia yang bisa menulis novel bergenre sci-fi/spiritual/fantasi dengan baik. Membaca IEP membuat saya berkesimpulan Dee lumayan oke menulis cerita dengan genre ini. IEP juga seperti film action. Jagoan dan penjahat main kejar-kejaran. Not bad lah. Saya hargai usaha Dee untuk ini.
Kemudian, dari sisi negatifnya. Sebentar. Ijinkan saya menarik napas panjang terlebih dahulu.
Inhale…
Exhale…
Baiklah.
Begini, teman-teman. Saya ingat alasan saya mengapa saya jatuh cinta dengan KPBJ begitu pertama kali saya menyentuhnya. Saya jatuh cinta dengan tutur bahasa Dee yang puitis. Indah. Belum lagi dengan segala pertanyaan-pertanyaan filosofis yang bertebaran di sepanjang buku, semakin membuat saya jatuh cinta. Dilanjut dengan Akar yang masih sarat dengan nuansa spiritualismenya, lalu ada kepolosan Elektra yang jenaka di Petir. Setelahnya, Partikel, Gelombang, dan IEP terasa biasa saja. Ya, termasuk IEP.
Entah apa yang terjadi dengan Dee, saya tidak lagi menemukan kenikmatan dan keindahan dalam setiap susunan katanya di IEP. Diksi yang dipilihnya terasa biasa saja. Tidak ada bedanya membaca novel-novel di pasaran. Seingat saya dulu kekuatan Dee, selain riset mendalam, juga ada di pilihan kata-kata. Tapi, kenapa ini kok terasa datar sekali ya?
Lalu, tentang tokoh-tokoh. Ada beberapa tokoh yang cukup membuat saya kaget. Di seri sebelumnya, tokoh-tokoh yang saya kira hanya figuran ternyata cukup sentral di IEP. Sebaliknya, tokoh-tokoh yang sebelumnya saya anggap sentral, ternyata hanya figuran. Siapa sangka Gio ternyata seorang Peretas dan memegang peranan penting? Begitu pula Toni yang juga seorang Peretas. Bersama Alfa, Bodhi, Elektra, dan Zarah mereka berada di Gugus Asko. Toni sebenarnya ada di Gugus Kandara, tapi nanti dia bakal pindah ke Gugus Asko.
Berikutnya, Diva yang ternyata tidak dapat peran besar di sini. Padahal semua ini terjadi karena blunder dari Diva si Bintang Jatuh. Ferre juga hanya angin lalu, padahal dia adalah sang Ksatria. Juga tidak ada kelanjutan tentang Firas setelah dia dikonversi menjadi Sarvara kembali oleh Simon. Bagaimana ceritanya dia bisa diculik dan dikonversi Kalden untuk jadi Peretas? Entahlah. Apa kabar Rana si Putri? Sudah, lupakan saja. Saya tidak pernah suka dengan dia. Nah, Diva, Ferre, Firas, Toni, dan Rana adalah para Peretas dari Gugus Kandara.
Saya sepakat dengan beberapa riviu yang sudah saya baca. Mereka bilang jalan cerita IEP begitu cepat. Rasanya seperti naik mobil yang sedang ngebut. Saking ngebutnya, ada yang sampai ketinggalan dan kurang jelas. Beberapa sudah saya bahas di atas. Hal lain yang cukup mengganggu saya:
- Simon bilang ke Zarah alasan yang membuat Zarah memilih terlahir untuk menjadi anak Firas agar lebih dekat dengan Simon. Nah, sampai di sini saya bingung. Zarah juga bingung. Karena tidak ada penjelasan lebih lanjut.
- Bong datang ke kantor Ferre dan menyapanya, “Halo, Ksatria…” Sudah, hanya itu. Tidak ada kelanjutan. Untuk apa coba?
- Siapa tokoh S yang menemui Bong dan memberi Bong batunya?
- Elektra garing banget di sini. Semacam lucu yang dipaksakan. Dia terlalu memaksakan diri untuk lucu dengan khayalan-khayalan tidak pentingnya itu yang memuja Zarah. Dan dia terlalu gampang mendapatkan kembali “kekuatan”. Cukup disetrum sama Toni. Beres.
- Gugus-gugus yang lain—selain Gugus Asko dan Gugus Kandara—ke mana? Tidak tahu.
Seperti yang sudah saya tulis di atas, alur cerita IEP begitu cepat. Sampai-sampai saya masih belum paham konsep Peretas, Infiltran, dan Sarvara ini. Saya belum mencerna dengan baik apa sebenarnya Peretas, Infiltran, Sarvara, dan berbagai konsep spiritualisme lainnya di IEP. Apa yang masing-masing dari mereka perjuangkan? Apa pentingnya Gugus? Untuk apa ada Gugus? Ah, mungkin saya harus baca ulang serial Supernova dari nomor 1 – 6. Tapi, nanti. Kalau saya sedang santai banget dan tidak ada kerjaan.
saya memang baek hati.
yak, samasama 🙂
Terima kasih atas kado ulang tahunnya ya, Mas Joe. You’re the best!
oh… saya juga mau dikadoin bulan ini masjoe!!! :)))))
Halo, kak
Permisi, salam kenal, nama saya Eka Nur’Aini
mahasiswa semester 8 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang angkatan tahun 2014.
semester ini saya mengambil mata kuliah skripsi dimana bahan kajian saya adalah resepsi pembaca terhadap novel Intelegensi Embun Pagi karya Dewi Lestari.
saya memohon ijin menggunakan ulasan anda untuk dijadikan data dalam skripsi saya, selain itu saya juga meminta tolong kepada saudara semoga berkenan mengisi data berikut sebagai bahan tambahan untuk skripsi saya.
Nama (memohon semoga dapat diisi dengan nama asli, walaupun sekedar nama panggilannya):
usia:
jenis kelamin
pendidikan terakhir:
pekerjaan:
pengalaman buku bacaan (novel atau buku sastra):
asal daerah:
pesan ini saya buat dengan sejujurnya dan semoga niat baik ini juga dapat ditanggapi dengan baik. saya mohon maaf jika mengganggu dan ada yang salah, serta berterima kasih atas perhatiannya