#36 – Dilan Bagian Kedua

Dilan Bagian KeduaJudul: Dilan Bagian Kedua: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: Pastel Books (cetakan XII, Mei 2016)
Halaman: 344
ISBN-13: 978-602-7870-99-4
Harga: Rp 76.000,-
Rating: 4/5

Kalau dulu aku pernah berkata bahwa aku mencintai dirimu, maka kukira itu adalah sebuah pernyataan yang sudah cukup lengkap dan berlaku tidak hanya sampai di hari itu, melainkan juga di hari ini dan untuk selama-lamanya. (hal. 343)

Dilan Bagian Kedua: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991 adalah lanjutan cerita dari kisah cinta Milea dan Dilan dari buku sebelumnya, yaitu Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990. Jika di buku Dilan bercerita kisah pendekatan Dilan dengan Milea, maka di Dilan Bagian Kedua bercerita tentang hari-hari penuh cinta Dilan dan Milea.

Ketika dua insan berpacaran tentu tidak melulu romantisnya saja. Ada kalanya sepasang kekasih bertengkar. Begitu juga Dilan dan Milea. Kisah cinta mereka tidak selamanya mulus. Sebagai pacar, Dilan sangat sempurna. Kalaupun ada kekurangan, Dilan hanya memiliki satu kekurangan, yaitu posisinya sebagai Panglima Tempur sebuah geng motor. Dengan reputasi negatif geng motor, tentu Milea sangat mengkhawatirkan keselamatan Dilan. Hal ini menjadi pemicu keretakan hubungan Milea dan Dilan.

Milea di sini agak menyebalkan menurut saya. Milea terlalu sering ngambek. Saya jadi berpikir ini apa yang membuat Dilan begitu jatuh cinta dengan Milea selain karena Milea cantik? Kalau Dilan kenal sama saya, mungkin Dilan jatuh cintanya sama saya, bukan sama Milea. Halah.

Antara Dilan dan Dilan Bagian Kedua saya lebih menikmati Dilan. Karena proses pendekatan Dilan yang unik ke Milea sangat menarik untuk diikuti. Dilan kelewatan banget PD-nya. Justru itu yang membuat dia menjadi sosok idola cewek-cewek labil macam saya, yang mengkhayal ingin juga didekati dengan cara tidak biasa seperti yang Dilan lakukan ke Milea. Biar bagaimanapun juga wanita pasti ingin dong merasakan perjuangan seorang pria yang ingin mendapatkan cintanya. Spontanitasnya, cueknya, lucunya, perhatiannya, perjuangannya untuk Milea, semuanya. Komplit!

Meski begitu saya tetap memberi skor 4 dari 5. Alasannya karena akhir ceritanya realistis. Bukankah tidak semua kisah cinta harus berakhir live happily ever after? Dan melihat Milea yang harus tersiksa batin memendam rindu seumur hidupnya entah kenapa membuat saya merasa Milea memang pantas untuk tersiksa. Eh, maaf, spoiler.

Oh iya, saat membaca Dilan Bagian Kedua ini semakin ke belakang saya merasa Milea kehilangan “suaranya”. Maksud saya, gayanya menulis Milea dalam bercerita seperti Dilan yang berbicara. Contohnya:

Aku mencintaimu, biarlah, ini urusanku. Bagaimana engkau kepadaku, terserah, itu urusanmu! (hal. 343)

Atau,

Terima kasih, Dilan, kau pernah mau kepadaku. Dan kini, biarkan aku kalau selalu ingin tahu kabarmu! (hal. 343)

Bagi kalian yang sudah membaca Dilan mudah-mudahan mengerti maksud saya ya.

Nah, biar teman-teman ikutan galau bersama Milea, saya kutip ya tulisan Milea:

Bagiku, ketika aku kehilangan seseorang yang sudah begitu dekat denganku, aku harus menghormati memori itu. Menjadi hal penting bagi menciptakan warisan untuk meraih kebaikan hidup di masa depan sehingga kita bisa menerima kenangan dengan baik dan bukan malah dianggap sebagai pengganggu. (hal. 341)

Bagaimana? Sudah galau? Sudah baper? Apa? Belum? Baiklah. Ini berikutnya.

Aku merasa sedih untuk apa yang hilang, tapi kupikir mungkin ada pelajaran yang bisa kita dapati dari situ. Masa lalu bukan untuk diperdebatkan, kukira itu sudah bagus. Mari biarkan. (hal. 342)

Terakhir,

Aku rindu kamu! Itu, akan selalu. (hal. 343)

Selamat mengenang kisah cinta di masa lalu.

2 tanggapan untuk “#36 – Dilan Bagian Kedua”

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: