Judul: Jejak Langkah
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara (Cetakan keenam, Desember 2007)
Halaman: xii + 724
ISBN-13: 978-979-973-125-8
Harga: Lupa. Beli buku ini di tahun 2008.
Rating: 5/5 – It was amazing!
Minke menapakkan kakinya di Betawi. Dia akan melanjutkan sekolahnya di STOVIA. Dia akan menjadi dokter. Meski sudah ketinggalan pelajaran beberapa lamanya, Minke bertekad untuk mengejar. Dengan otak encernya tentu saja Minke bisa mengejar ketertinggalan.
Dalam masa sibuk belajar di STOVIA, Minke bertemu dengan Ang San Mei — mantan tunangan Khow Ah Sie. Sosok perempuan Tionghoa ini membuat Minke terkagum-kagum. Tidak hanya cantik fisiknya, prinsipnya yang teguh membela bangsanya membuat kecantikannya semakin terpancar.
Minke belajar banyak dari Mei perihal organisasi. Jika ingin mengumpulkan bangsamu dan ingin suaramu didengar, maka berkumpul. Berserikatlah! Maka Minke pun mulai belajar berorganisasi. Jatuh bangun dia membangun organisasi pertamanya, yaitu Syarikat Priyayi, lalu gagal. Tidak menyerah dia membangun kembali organisasi berikutnya yang diberi nama Sarekat Dagang Islamiyah.
Minke juga bersuara melalui tulisan-tulisannya di korannya sendiri, Medan. Koran ini adalah surat kabar nasional pertama karena berbahasa Melayu. Tulisannya penuh keberanian dan kecaman terhadap ketidakadilan. Minke menggunakan korannya sebagai alat propaganda dan membentuk pendapat umum.
Medan menjelma menjadi koran besar dengan ribuan tiras. Semakin lama ia semakin berpengaruh. Semakin banyak rakyat bersuara melaporkan penindasan yang diterimanya melalui Medan. Semakin besar pulalah nama Minke. Hal ini memberi kekhawatiran sendiri bagi Gubernur Jenderal. Dengan besarnya jumlah tiras dan jangkauannya yang luas, juga isinya yang tajam dan penuh kritikan pada Gubermen, kolonialisme, dan ketidakadilan, akhirnya membuat Minke harus diasingkan.
Dari kata pengantar Penerbit:
Kalau roman bagian pertama, Bumi Manusia, merupakan periode penyemaian dan kegelisahan; roman kedua Anak Semua Bangsa, adalah periode observasi atau turun ke bawah mencari serangkaian spirit lapangan dan kehidupan arus bawah Pribumi yang tak berdaya melawan kekuatan raksasa Eropa; maka roman ketiga ini, Jejak Langkah, adalah pengorganisasian perlawanan. (hal. ix)
Ya, di Jejak Langkah kita melihat Minke mulai memahami arti penting organisasi. Dia pun belajar berorganisasi. Meski gagal pada awalnya, tapi dia tidak menyerah. Belajar dari pengalaman kegagalannya, dia kembali membangun serikat. Kali ini dia lebih bersungguh-sungguh. Jatuh bangun dia membesarkan S.D.I bersama Medan. Cobaan demi cobaan datang silih berganti, badai semakin lama semakin besar menghantam, tetapi Minke tetap tegar dan tabah menghadapi itu semua. Satu per satu masalah diselesaikannya. Membuatnya semakin terlatih dan matang dalam berorganisasi.
Tokoh Minke semakin berkembang dan mencapai puncak di dalam Jejak Langkah sehingga membuat saya semakin jatuh cinta dengan Minke. Seorang Raden Mas ini sungguh-sungguh bisa membuat siapa saja menjatuhkan hati padanya. Sebagai pribumi yang tampan, memegang prinsip dengan teguh, berpendidikan tinggi (meski tidak selesai STOVIA), jago menulis, berpandangan modern, menolak tunduk pada kekuasaan, menghargai wanita, berjuang untuk rakyat dan melawan ketidakadilan. Coba, siapa yang tidak jatuh cinta? Maafkan aku dulu yang tidak menyukaimu, Raden Mas Minke.
R.A. Kartini semakin mendapat tempat di sini. Pemikirannya banyak disinggung. Diceritakan Mei dan Kartini saling berkirim surat. Bahkan Mei dan Minke sempat mengunjungi Kartini di Jepara. Jika sebelumnya mereka hanya bertukar pikiran melalui surat, maka dalam pertemuan ini mereka juga bertukar pikiran.
Membaca buku-buku Pram tidak mungkin jika tidak tersinggung. Minimal tersentil. In a good way, of course. Dalam tulisan-tulisannya selalu mampu membangkitkan semangat untuk bangkit dan bergerak melakukan sesuatu. Jejak Langkah pun tanpa terkecuali. Minimal setelah membaca roman ketiga dari Tetralogi Buru ini paling tidak saya akan semakin banyak membaca dan mencoba membagikan apa yang saya baca. Saya akan mencoba meracuni kalian dengan tulisan-tulisan saya. That is the least thing that I can do. Ehe.
Baru baca Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa, itu pun minjem temen, tapi ngeliat ratingmu, kayaknya menarik untuk dibaca… Alasan klasik, sebab mahal nian memang tetralogi Buru yang ori. 😞
Tetralogi Buru ini memang selalu menarik untuk dibaca kapan pun. Dibaca berulang-ulang tidak membosankan. 🙂