Judul: The Prague Cemetery
Penulis: Umberto Eco
Penerjemah: Richard Dixon
Penerbit: Vintage (2012)
Halaman: x + 566
ISBN-13: 978-00-99555-988
Harga: SGD 13.95 (beli buku ini di bulan November 2012)
Rating: 5 dari 5 ⭐ – it was amazing
Simone Simonini — tokoh utama dan anti hero di novel ini — terbangun di pagi hari tanggal 24 Maret 1897 tanpa bisa mengingat dirinya. Dia berusaha mengingat dirinya dengan menulis jurnal harian.
I feel a certain embarrassment as I settle down here to write … Who am I? Perhaps it is better to ask me about my passions, rather than what I’ve done in my life. Whom do I love? No one comes to mind. … Whom do I hate? I could say the Jews … (hal. 6)
Sambil terus menulis dan mengingat-ingat tiba-tiba bel apartemennya berbunyi. Dia kedatangan tamu. Seorang wanita tua datang dan menyerahkan sebungkus kain kepada Simonini. “Abbé Dalla Piccola told me you’d be interested,” ujarnya. Hah? Siapa pula ini Abbé Dalla Piccola? Ada kaitan apa antara Simonini dan Piccola?
Simonini menemukan catatan Abbé Dalla Piccola di dalam apartemennya. Keheranannya semakin menjadi. Bagaimana Abbé Dalla Piccola bisa berada dalam apartemennya? Kenapa Simonini bisa kehilangan memori saat-saat tertentu? Lalu, kenapa dia menemukan tulisan tangan Abbé Dalla Piccola mengisi jurnal hariannya dan menuliskan kejadian di saat Simonini kehilangan memorinya?
Menulis jurnal harian adalah upaya Simonini untuk mendapatkan kembali ingatannya. Di dalam jurnal harian tersebut pelan-pelan Simonini — dengan bantuan Abbé Dalla Piccola — mengingat siapa dirinya.
Simonini lahir pada tahun 1830. Ibunya meninggal sewaktu dia masih kecil dan ayahnya meninggal ketika Simonini masih remaja. Dia dibesarkan dan mendapat pengaruh kuat dari kakeknya. Simonini tumbuh menjadi pembenci Yahudi karena kakeknya.
Lalu, siapa Abbé Dalla Piccola? Apa kaitannya dengan Simonini? Ternyata Simonini dan Abbé Dalla Piccola adalah satu orang. Pekerjaannya sebagai mata-mata mengharuskannya menyamar menjadi Abbé Dalla Piccola, seorang pendeta. Sebelum menjadi mata-mata, Simonini adalah seorang forger alias tukang penduplikat dokumen. Tidak hanya menduplikat, dia juga memalsukan berbagai dokumen dan dia sangat ahli di bidangnya.
Keahliannya tersebut menarik perhatian Pemerintah Piedmont. Dia diminta untuk melaksanakan tugas selayaknya seorang agen rahasia. Sejak saat itu karirnya di dunia spionase dimulai.
Dari buku hariannya kita akan mengetahui berbagai peristiwa di Eropa, seperti perang dan konspirasi, di pertengahan hingga akhir abad 19 bermula dari Simonini. Kalian ingin tahu Simonini terlibat dalam peristiwa kacau apa saja? Ini daftarnya:
- Tewasnya Ippolito Nievo dalam ledakan kapal laut.
- Menjadi double agent dan terlibat dalam peristiwa revolusi menentang Napoleon III.
- Menyuplai informasi intelijen dalam peristiwa Paris Commune.
- Memalsukan dokumen yang menyebabkan peristiwa Dreyfus Affair.
- Memanipulasi Léo Taxil untuk menciptakan kebohongan yang menggegerkan terkait dengan Freemason.
Dan yang paling utama adalah Simonini menulis sebuah buku berjudul The Prague Cemetery berisi rencana orang-orang Yahudi yang berkonspirasi akan menguasai dunia dengan mengontrol media massa dan ekonomi dunia. The Prague Cemetery ini merupakan bahan utama yang nantinya akan menjadi buku The Protocols of the Elders of Zion. Tentu saja buku tersebut berisi hoax. Karena Simonini sudah sejak lama terobsesi ingin menghancurkan Yahudi dan dia akan menghancurkan Yahudi melalui tulisan.
Simonini memang tokoh utama yang jahat. Dia seorang anti hero. Dia licik dan licin. Dia tidak segan melakukan penipuan dan pembunuhan demi keuntungan pribadinya. Dia seperti tidak memiliki hati nurani. Hal yang penting baginya adalah makanan enak. Dan yang paling penting baginya adalah bagaimana caranya agar dia bisa memusnahkan seluruh Yahudi di muka bumi.
Menjengkelkan sekali ya Simonini ini? Dengan santainya dia melakukan semuanya demi keuntungan pribadi dan tidak peduli apa akibatnya bagi orang lain. Tetapi, percayalah. Di usia senjanya hidupnya tidak tenang kok. Hidupnya penuh dengan rasa was-was dan cemas setiap saat.
Saya menulis resensi ini setelah saya selesai membaca The Prague Cemetery untuk yang kedua kalinya. Kali pertama saya baca novel ini di tahun 2012 dan saya beri nilai 1 ⭐ . Iya, hanya 1 ⭐ . Entah bagaimana dulu cara saya membaca novel ini sampai-sampai saya hanya memberi nilai sedemikian rendah. Catatan saya di Goodreads hanya menulis satu kata: boring.
Namun, sekarang saya sudah meralatnya. Saya berikan 5 ⭐ untuk The Prague Cemetery. Memang kali ini saya butuh waktu lebih lama untuk membacanya, barangkali sekitar dua minggu. Saya juga membacanya lebih tenang. Kalau ada yang tidak saya mengerti, saya kembali ke halaman sebelumnya dan membaca ulang sampai saya paham. Karena itu saya bisa lebih menikmati ceritanya dan saya menjadi terkagum-kagum dengan Umberto Eco.
Timbul pertanyaan dalam benak saya: Bagaimana caranya Eco bisa meramu semua peristiwa tersebut menjadi sebuah novel sejarah yang penuh intrik? Bagaimana cara Eco menggabungkan semua tokoh yang benar-benar ada dan memainkan peran mereka masing-masing sesuai dengan catatan sejarah? Perlu teman-teman ketahui, semua peristiwa dan tokoh yang ada di novel ini benar-benar nyata. Hanya Simone Simonini yang merupakan tokoh fiksi.
Sepanjang novel memang isinya penuh dengan kebencian Simonini terhadap Yahudi. Membaca novel ini harus tanpa ada tendensi apapun. Kita sebagai pembaca harus bisa bijak. Saya yakin Eco tidak bermaksud untuk menjadikan bukunya sebagai propaganda agar pembaca novelnya menjadi anti-Semit. Justru sebaliknya, kita diajak untuk belajar sejarah. Kita jadi tahu bahwa ada satu buku (The Protocols of the Elders of Zion) yang penuh dengan kebohongan dan tuduhan palsu, yang di mana nantinya buku tersebut menjadi inspirasi bagi Hitler. Buku tersebut menjadi buku propaganda untuk membenci Yahudi. Kasus Dreyfus, yang saya sudah beri tautannya di atas, juga akibat dari buku ini.
The nineteenth century teemed with mysterious and horrible events: the Protocols of the Elders of Zion, the notorious forgery that later inspired Hitler; the Dreyfus Case; and numerous intrigues involving the secret services of various nations, Masonic sects, Jesuit conspiracies, as well as other episodes that — were they not documented truths — would be difficult to believe. (hal. 559)
Well, history is dark, my friend.
The Prague Cemetery memberikan saya wawasan yang sama sekali baru. Bukan hanya satu atau dua, tetapi banyak peristiwa sejarah. Karena itulah novel ini layak untuk diberi 5 ⭐ .
Jika kalian tertarik untuk membaca novel ini, saran saya jangan terburu-buru bacanya. Santai saja. Karena banyak peristiwa sejarah yang tidak ingin kalian lewatkan. Akan ada bagian di mana kalian merasa miss saat membaca. Kalau itu terjadi, tidak ada salahnya kalian kembali ke halaman sebelumnya dan membaca ulang sampai kalian tidak lagi miss. Dan, sekali lagi, jangan membawa tendensi apapun ketika membaca novel ini mengingat temanya yang cukup sensitif. Saya harap setelah membacanya kalian tetap bisa netral dan tidak terpengaruh dengan Simonini.
Akhirul kalam, selamat membaca.
Selama ini saya tidak pernah bisa memahami Umberto Eco, baik dari “the Name of the Rose” maupun “Baudolino.” Sehingga baru bab pertama sudah ditinggalkan. Entah karena kejanggalan gaya penulisan dari Umberto ataupun tulisan Umberto yang tidak masuk ke dalam kriteria bernalar saya.
Namun kamu mampu memahami dan menikmati karya Umberto. Hebat.