Judul: Collapse: Runtuhnya Peradaban-peradaban Dunia
Penulis: Jared Diamond
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (cetakan II, 2017)
Halaman: xii + 734
ISBN: 978-602-424-726-3
Rating: 5 dari 5 ⭐ – it was amazing
Entah sudah ada berapa peradaban hancur sejak manusia pertama kali membuat peradaban. Lewat buku ini Jared Diamond membahas keruntuhan peradaban di masa lalu dan ancaman keruntuhan manusia di masa yang akan datang.
Karena buku ini terlampau bagus untuk dilewatkan begitu saja (maksud saya, hanya dibaca tanpa ada kenang-kenangan dalam bentuk catatan) maka saya akan memindahkan reading journal saya dari Twitter ke sini. Saya memang sebelumnya sudah membuat reading journal sendiri di Twitter. Dan supaya pengarsipannya rapi saya pindahkan ke sini.
Jadi, inilah beberapa catatan penting dari saya.
Bab 1: Di Bawah Langit Luas Montana
Diamond membuka buku dengan membahas Montana. Menurut Diamond, alam Montana sangat indah. Banyak orang berbondong-bondong ingin menghabiskan masa tua di sana. Namun, alamnya yang indah ternyata menyimpan sejuta masalah. Masalah efek negatif pertambangan, kebakaran hutan, kualitas udara yang buruk, debit air yang semakin sedikit. Itu tidak cuma terjadi di Montana, tetapi terjadi di mana-mana.
Secara garis besar terdapat lima faktor yang bisa mempengaruhi kelestarian atau keruntuhan peradaban, yaitu kerusakan lingkungan, perubahan iklim, pengaruh peradaban musuh (misalnya peradaban musuh semakin canggih, jadi mengancam, dan ingin mengajak perang terus, peradabannya bisa hancur), pengaruh peradaban sahabat (misalnya, peradaban negara sahabat atau mitra dagang hancur maka peradaban tersebut juga bisa hancur karena tidak ada yang menopang), dan — yang terpenting — tanggapan masyarakat terhadap masalah lingkungan (masyarakatnya peduli atau tidak).
Bab 2: Senjakala di Pulau Paskah
Pulau Paskah terletak di selatan Samudra Pasifik. Secara administratif dia termasuk dalam Provinsi Valparaiso, Chili.
Pulau ini diperkirakan pertama kali ditempati sekitar tahun 900 M. Iklimnya berangin, dingin, dan kering. Metode yang digunakan untuk meningkatkan hasil agrikultur: menggunakan batuan lava. Batu-batu tersebut ditumpuk sebagai penahan angin untuk melindungi tanaman.
Hal yang terkenal dari Pulau Paskah adalah patung-patung batu raksasa yang disebut moai. Ini contohnya.
gambar dari sini
Awalnya Pulau Paskah punya hutan yang penuh dengan pohon, tetapi sekarang sudah hilang. Kenapa? Karena pohon-pohonnya ditebangi untuk kayu bakar, bikin kano atau perahu, dan bikin rel atau tambang serat untuk mengangkut moai tadi. Penggundulan hutan dimulai sejak manusia tiba di sana, puncaknya tahun 1400 M.
Seluruh hutan hilang, seluruh spesies punah. Akibatnya, hilang bahan mentah (kayu), tangkapan hewan liar (yang masih tersisa banyak hanya tikus), dan berkurangnya hasil panen (terjadinya erosi). Akibat lebih lanjut: kelaparan, kematian, dan menjadi kanibal.
Masyarakat Rapa Nui di Pulau Paskah hobi membuat patung karena material batunya di sana bagus dan berhubung pulaunya terisolasi jadi mereka tidak punya banyak hiburan. Hiburan dan tantangan mereka saling berlomba-lomba bikin patung raksasa. Intinya, persaingan.
Bab 3: Orang-orang Terakhir yang Masih Hidup: Pulau Pitcairn dan Henderson
Kepulauan ini juga terletak di selatan Samudra Pasifik. Tempat yang menjadi tujuan para awak kapal H.M.S. Bounty yg memberontak di tahun 1790. Mereka menemukan peninggalan masyarakat Polinesia kuno di sana. Pertanyaannya ke mana mereka sekarang?
Mereka mengalami kehancuran selain karena kerusakan lingkungan yg terjadi di sana, mitra dagang mereka (Mangareva) juga mengalami kerusakan lingkungan yang berdampak pada standar hidup yang menurun. Mereka tidak bisa berdagang lagi dengan masyarakat Mangareva, sementara mereka cukup bergantung dengan Mangareva. Karena Mangareva sudah tidak dapat berdagang lagi, masyarakat di Pulau Pitcairn dan Pulau Henderson pun mau tidak mau terkena dampaknya.
Ketiga pulau ini mulai dihuni sekitar tahun 800 M. Alam di ketiga pulau tersebut sangat tidak mendukung untuk menampung manusia dalam jangka waktu panjang. Mangareva tidak punya batu berkualitas bagus, Pitcairn terlalu kecil, dan Henderson terlalu terpencil. Juga terbatasnya sumber air bersih.
Bab 4: Orang-Orang Terdahulu: Anasazi dan Tetangga-Tetangganya
Suku Anasazi mendiami barat daya Amerika Serikat. Mereka tidak punah sebagai bangsa, sebagian keturunannya melebur dengan suku asli Amerika lain dan bertahan hingga kini, seperti pueblo Hopi dan Zuni.
Faktor lingkungan membuat mereka runtuh. AS bagian barat daya merupakan lingkungan yang rapuh. Curah hujan rendah, tanah yang cepat kehabisan zat hara, dan laju pertumbuhan ulang hutan yang sangat rendah. Populasi semakin meningkat, sementara alam tidak mampu menopang populasi mereka yang terus meningkat.
Masyarakat Anasazi Chaco berkembang sejak 600 M selama lebih dr lima abad sebelum akhirnya lenyap antara 1150 – 1200. Ngarai Chaco juga mengalami penggundulan hutan yang parah. Ilmuwan meneliti perubahan vegetasi di Ngarai Chaco dari kotoran tikus yang mengering, yang disebut packrat.
Ngarai Chaco kosong, ditinggalkan penghuninya, untuk kemudian ditemukan oleh orang Navajo 600 tahun kemudian. Kemungkinan terjadi eksodus ketika dirasa Ngarai Chaco tidak sanggup lagi menampung masyarakat Anasazi yang makin banyak.
Bab 5: Keruntuhan Maya
Suku Maya hidup di Semenanjung Yucatan. Kota-kota Maya tersembunyi dan nyaris tidak diketahui oleh dunia luar sampai ditemukan kembali oleh John Stephens, bersama Frederick Catherwood, di tahun 1839.
Kontak pertama suku Maya dengan Eropa terjadi pada tahun 1502. Uskup Diego de Landa membakar hampir semua naskah Maya yang ditemukannya dalam upayanya melenyapkan penyembahan berhala. Dari semuanya hanya tersisa empat naskah.
Selain faktor lingkungan yang rapuh, merusak alam sendiri, dan perubahan iklim, faktor politik/budaya turut berperan besar dalam keruntuhan peradaban Maya. Mereka saling bersaing, terutama antara raja dan kaum bangsawan.
Bangsa Maya termasuk bangsa yang memiliki peradaban maju. Mereka memiliki kalender sendiri yang dimulai pada tanggal 11 Agustus 3114 SM. Mereka punya piramid sendiri, bangunan yang terbuat dari batu, dan lain-lain. Kemajuan tersebut tidak diimbangi dengan di bidang pertanian. Pertanian mereka sulit untuk maju. Pasokan makanan mereka tidak bisa menghidupi banyak orang. Barangkali hal tersebut berpengaruh kenapa masyarakat Maya terpecah secara politik menjadi kerajaan kecil yang saling perang satu sama lain.
Balatentara dan birokrasi Maya tetap kecil. Tidak mampu melaksanakan perang jarak jauh. Kota-kota Maya kecil, tanpa populasi besar dan pasar luas, juga tanpa tempat penyimpanan makanan. Mereka tidak punya hewan domestik besar untuk mengangkut beban atau menarik bajak. Mereka menggunakan tenaga manusia untuk mengangkut batu-batu membangun kuil.
Bab 6: Penjelajahan Bangsa Viking
Viking memiliki hobi menyerbut dan menjarah karena “dorongan” akibat dari tekanan populasi dan kurangnya kesempatan di tanah air; dan “tarikan” (daerah di seberang laut sangat menggoda untuk dijarah). Teknologi kapal mereka terbaik.
Viking tadinya pagan. Mereka menyembah Odin, Freya, Thor, sebelum akhirnya memeluk Kristen karena dianggap Kristen memberikan keuntungan politik pada mereka.
Viking berasal dari Eropa bagian Utara kemudian menyebar ke Islandia, Greenland, Vinland, Inggris, sampai ke AS dan Kanada. Mereka menjelajah di akhir abad ke-8 sampai dengan abad ke-11. Setelah mencaplok Greenland, Viking mau mengoloni Vinland karena Vinland iklimnya lebih ramah ketimbang Greenland. Ngomong-ngomong, Viking sudah jauh lebih lama bisa sampai ke Amerika ketimbang Columbus yang baru ke Amerika di tahun 1492.
Namun, mereka gagal mengoloni Vinland karena suku Indian, sebagai penduduk asli, tidak ramah dan tidak bersahabat. Viking di Greenland bisa lebih lama bertahan karena mereka lebih dekat dengan Norwegia. Maksudnya, mereka masih mendapat bantuan dari atau kerja sama dengan Norwegia.
Bab 7: Bangkitnya Nors Tanah Hijau
Di Greenland Viking tidak sendirian. Ada suku Inuit (Eskimo) juga. Namun, Inuit bisa bertahan sementara Viking tidak. Alasan kenapa Viking tidak bisa bertahan, yaitu:
1. Pendinginan iklim
2. Pemusnahan oleh suku Inuit
3. Diabaikan oleh orang Eropa daratan
4. Kerusakan lingkungan
5. Cara pandang yg terlalu konservatif
Gambar di bawah ini adalah reruntuhan Gereja Hsalvey. Salah satu gereja terakhir yang dibangun di Greenland. Dibangun sekitar tahun 1300an. Uskup pertamanya Arnald, ditunjuk di tahun 1124 oleh Raja Norwegia Sigurd Jorsalfar.
bonus gambar kapaknya Leif Erikson
gambar dari sini
Orang Viking Greenland terlalu ngotot sebagai “orang Eropa”, seperti ngotot pelihara sapi yang tidak sesuai sama iklim Greenland, menolak teknologi Inuit, dan lain-lain. Terlalu memaksakan citra sebagai Kristen Eropa merupakan faktor konservatisme yang dimaksud dan membuat mereka tidak bisa bertahan.
Intermezzo. Saya baru tahu karibu itu rusa kutub. Spesies rusa yang tersebar di sekitar wilayah kutub bumi, yakni Arktik, subarktik, tundra, daerah boreal dan pegunungan utara Eropa, Siberia, dan Amerika Utara.
gambar dari sini
Bab 8: Akhir Nors Tanah Hijau
Viking Greenland merusak lingkungan mereka dengan cara:
1. Menghancurkan vegetasi alami
2. Menyebabkan erosi tanah
3. Mengambili tanah berumput
Viking di sana kekurangan besi yang berimbas pada perekonomian mereka dan juga kalah bersaing dengan Inuit.
Viking tidak bertahan dan tidak mau beradaptasi mencontoh Inuit, misalnya membangun iglo dari salju untuk rumah musim dingin, membakar lemak paus dan anjing laut untuk bahan bakar dan penerangan, merentangkan kulit anjing laut untuk menutupi rangka untuk membuat kayak, dan juga untuk membuat perahu yang mereka sebut umiaq, yang cukup besar untuk digunakan di perairan terbuka dan berburu paus. Dalam strategi berburu hewan darat antara Nors dan Inuit terdapat kemiripan cara, tapi berbeda dalam berburu hewan laut. Inuit bisa sendirian menikam paus sehat sampai mati dalam sekali tusukan menggunakan harpun.
Yah, meski Viking gagal setidaknya mereka bisa bertahan di Greenland selama 450 tahun.
Bab 9: Dua Arah Jalur Menuju Kesuksesan
Masyarakat silam yang sudah dibahas di bab sebelumnya gagal memecahkan masalah lingkungan, tetapi ada juga yang masih survive dan bertahan ribuan tahun. Masyarakat yang bertahan tersebut ada yang memakai pendekatan bottom-up dan ada yang pakai top-bottom.
Masyarakat yang wilayahnya kecil dan jumlah warganya sedikit menggunakan pendekatan bottom-up. Mereka saling akrab, punya kesamaan rasa identitas dan kepentingan bersama. Jadinya, mudah saja bikin aturan karena tahu mereka juga yang akan merasakan manfaatnya.
Pendekatan top-down cocok di masyarakat besar yang sistem politiknya tersentralisasi, seperti Tonga Polinesia. Contoh masyarakat bottom-up yang berhasil antara lain Papua dgn metode silvikultur kilu-nya dan Tikopia yang dianugerahi alam yang ramah tetapi tidak semena-mena mengeksploitasi.
Tikopia juga dibantu dengan keberhasilan mereka menjaga jumlah populasi yang stabil. Metode pengontrolan populasi ala Tikopia:
1. Kontrasepsi dgn senggama terputus
2. Aborsi
3. Pembunuhan bayi yang baru dilahirkan
4. Putra-putra dari keluarga miskin hidup selibat. Jika jumlah perempuan lebih banyak mereka tetap selibat, bukannya terlibat poligami (selibat di sini berarti tidak punya anak)
5. Bunuh diri
6. Perang
Contoh masyarakat top-down yang berhasil adalah Jepang pada era Tokugawa. Di era tersebut pemerintahannya sangat ketat dalam menerapkan aturan melindungi hutannya.
Bab 10: Malthus di Afrika: Genosida Rwanda
Sewaktu terjadi genosida di Rwanda, lembaga atau pihak luar ada juga yang tidak membantu. Misalnya, banyak pemimpin Gereja Katolik Rwanda gagal melindungi Tutsi dan malah menyerahkan mereka ke Hutu, PBB hanya memberi pasukan perdamaian dalam jumlah kecil, Prancis mendukung Hutu, AS menyatakan tidak mau terlibat.
Awal mula konfliknya dari populasi yang terlalu padat, lalu rebutan tanah pertanian. Akibatnya, banyak pengangguran dan warga semakin miskin. Lalu, konflik semakin meningkat menjadi pembunuhan di 1994. Lalu, jadi konflik antar etnis.
Catatan Andre & Platteau mengenai genosida di Rwanda:
“… Hingga kini tidak jarang kita mendengar orang-orang Rwanda berargumen bahwa perang dibutuhkan untuk menyapu habis populasi yang berlebih dan menyesuaikan jumlah dengan sumber daya tanah yang tersedia.”
Di sebagian besar Rwanda pemantik untuk menyalakan mesiu adalah etnis. Lalu, dikompori oleh para elite politik yang hanya peduli pada kepentingan sendiri untuk mempertahankan atau mendapatkan kekuasaan. Di golongan tani keputusan politikus tersebut dilaksanakan secara total karena terkait lahan. Maksudnya, mereka tidak segan untuk membunuh karena rebutan lahan. Karena dengan memiliki lahan mereka bisa menghidupi diri mereka dan keluarga. Tak jarang pembunuhan yang terjadi bukan hanya antara Hutu dan Tutsi, melainkan bisa juga antara Hutu dengan Hutu atau Tutsi dengan Tutsi.
Bab 11: Satu Pulau, Dua Bangsa, Dua Sejarah: Republik Dominika dan Haiti
Dominika dan Haiti terletak di Pulau Hispaniola. 28% wilayah Dominika masih berhutan, sementara Haiti hanya tinggal 1%. Masalah di Haiti yang mendesak saat ini adalah hilangnya kayu sebagai bahan untuk membuat arang sebagai bahan bakar utama untuk memasak.
Pada abad 19, Haiti pernah menyerang & mencaplok Dominika selama 22 tahun. Di masa silam Haiti lbh makmur ketimbang Dominika, tapi sekarang keadaan berbalik.
gambar dari sini
Haiti memiliki daerah lebih kecil, populasi lebih padat, dan tidak bersahabat dengan asing. Sementara Dominika daerah lebih luas, populasi lebih sedikit, dan bersahabat dengan asing.
Kedua negara sama-sama mengalami kediktatoran dan ketidakstabilan politik. Salah satu diktator Republik Dominika adalah Rafael Trujillo. Sementara diktator Haiti adalah Francois “Papa Doc” Duvalier. Perbedaan keduanya Trujillo memodernisasi dan mengembangkan ekonomi negara (dan tentu saja mengembangkan ekonomi diri sendiri), sementara Papa Doc tidak.
Curah hujan lbh tinggi, sungai byk mengalir, tanah lebih subur di Dominika ketimbang Haiti.
Di Haiti proses deforestasi lebih cepat karena sewaktu Prancis menjajah Haiti fokus Prancis adalah investasi perkebunan berbasis budak di sana. Untuk menghemat biaya, Prancis mengambil budak dari Afrika. Spanyol, sebagai penjajah Dominika, pada saat itu tidak tertarik untuk melakukan investasi perkebunan dan membiarkan rakyat Dominika melakukan apa saja dengan tanah mereka.
Bagi orang luar atau investor, Dominika lebih menarik karena berbahasa Spanyol dan dominan keturunan Eropa ketimbang Haiti yang berbahasa Creole dan populasinya dominasi keturunan budak kulit hitam. Dominika mengembangkan ekonomi ekspor dan perdagangan luar negeri, Haiti tidak. Pemerintah Dominika masih ada niat dan usaha untuk melindungi hutan, terutama Presiden Balaguer. Haiti tidak ada niat sama sekali.
Bab 12: Cina, Raksasa yang Menggeliat
Di balik geliat pembangunan di sana sini, Cina harus membayar kerusakan lingkungan yang cukup parah, seperti polusi udara, krisis air bersih, erosi, sampah, limbah, dan sebagainya. Perbaikan yang dilakukan Cina, antara lain membangun “tembok hijau” atau sabuk pohon senilai $6M di sekeliling Beijing, kendaraan bermotor diubah menggunakan gas alam dan elpiji, menghapus timbel dalam bensin, batas terendah efisiensi bahan bakar utk mobil, dan lain-lain.
Bab 13: “Menambang” Australia
Australia adalah benua paling tidak produktif, seperti kandungan zat hara yang sedikit, laju pertumbuhan, dan produktivitas terendah. Itu karena sebagian besar tanah Australia sangat tua. Bebatuan tertua yang masih di kerak Bumi (nyaris empat miliar tahun) berada di Murchison Range.
Tanah yang tergerus zat haranya bisa mengalami pembaruan lagi melalui 3 proses utama:
1. Letusan gunung berapi
2. Maju dan mundurnya gletser yang menggerus, menggali, menggiling, mengendapkan kerak bumi
3. Terangkatnya kerak bumi perlahan-lahan membawa tanah baru ke atas.
Tanah di Australia juga mengandung kadar garam tinggi dikarenakan terbawa oleh angin laut selama jutaan tahun dari Samudra Hindia, ada tanah yang terletak pada lokasi rendah dan berulang terendam air laut sehingga garam tertinggal, dan air di danau yang tidak mengalir ke lautan menjadi garam karena penguapan.
Bab 14: Mengapa Sejumlah Masyarakat Membuat Keputusan yang Berakibat Buruk?
Kegagalan mengantisipasi masalah, kegagalan mengerti masalah yang timbul, kegagalan mengambil upaya pemecahan masalah, dan kegagalan melaksanakan upaya tersebut.
Bab 15: Bisnis Besar dan Lingkungan: Kondisi Berbeda, Hasil Berbeda
Seringkali kepentingan bisnis dan kepentingan alam tidak bertemu. Alam terpaksa dieksploitasi demi bisnis akibatnya alam jadi rusak. Environmentalis sering mengkritik perusahaan yang tidak peduli lingkungan, sebaliknya perusahaan mengkritik environmentalis karena dianggap tidak mendukung kesempatan kerja dan peningkatan perekonomian bagi masyarakat setempat. Akan tetapi, ada juga perusahaan yang peduli lingkungan. Mereka tidak hanya asal eksploitasi alam, tapi juga peduli untuk menjaga alam. Contohnya, Chevron di ladang minyak Kutubu, Papua Nugini. Kenapa Chevron mau keluar uang untuk turut menjaga alam, apa malah tidak rugi? Justru dengan keluar biaya untuk menjaga lingkungan lebih sedikit ketimbang mereka keluar biaya jika terjadi bencana lingkungan. Mencegah itu lebih baik daripada mengobati, begitu prinsipnya.
Ada sertifikasi hutan juga. Nama lembaga yang kasih sertifikasi tersebut salah satunya adalah Forest Stewardship Council (FSC). Kegunaan sertifikasi ini akan meningkatkan harga jual di konsumen. Karena hasil hutan (kayu) yang tersertifikasi telah melalui penilaian yang ketat sehingga membuat konsumen percaya perusahaan kayu tersebut adalah perusahaan yang peduli lingkungan.
Catatan Penutup
Sebenarnya buku ini ada enam belas bab. Namun, saya tidak mencatat isi bab 16 karena saya sudah terlalu malas. Haha. Lagian isinya juga tidak terlalu penting kok menurut saya. Jadi, sudah cukup lah sampai bab 15. Inipun sudah sangat banyak catatan saya.
Akhirul kalam, semoga bermanfaat untuk teman-teman. Kalaupun tidak, sesungguhnya ini sangat bermanfaat buat saya. Mwahahaha.