#76 – Semua untuk Hindia

Judul: Semua untuk Hindia
Penulis: Iksaka Banu
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (cetakan I, Mei 2014)
Halaman: xiv + 154
ISBN: 978-979-91-0710-7
Rating: 3 dari 5 ⭐ – liked it

Semua untuk Hindia adalah buku kumpulan cerpen pertama dari Iksaka Banu yang terbit di tahun 2014. Temanya senada dengan buku-bukunya yang lain yang sudah terlebih dahulu saya baca, Teh dan Pengkhianat, yaitu bertema kolonial. Ceritanya merentang dari jaman sebelum kedatangan Cornelis de Houtman hingga masa sebelum kemerdekaan.

Saya suka dengan penutup kata pengantarnya yang ditulis oleh Nirwan Dewanto:

“Tiga belas cerita pendek dalam buku ini menyangkal praduga umum bahwa sejarah kita apak, berdebu-sawang, dan berbau kemenyan.”

Anyway, ini sinopsis singkat tiga belas cerpen itu.

1. Selamat Tinggal Hindia

Geertje lahir dan besar di Hindia Belanda. Ia diminta Martin untuk pergi meninggalkan tanah kelahirannya dan pulang ke Belanda. Geertje menjawab, “Aku bahkan tak tahu di mana letak negara nenek moyangku itu.”

2. Stambul Dua Pedang

Sarni dinikahi Adelaar van Rijk saat usianya baru 14 tahun. van Rijk menularkan hobi membaca dan opera ke istrinya. Namun sayang Sarni selingkuh dengan Adang. van Rijk menantang Adang untuk berduel anggar.

3. Keringat dan Susu

Letnan Pieter Verdragen sedang patroli bersama anak buahnya. Mereka berbincang tentang banyak hal sampai akhirnya membahas masa kecil Pieter. Lahir di Bandung, ibunya meninggal tak lama setelah melahirkannya. Salah satu anak buah ayahnya di perkebunan teh menjadi ibu susunya selama lima tahun.

4. Racun untuk Tuan

Dengan sangat terpaksa Fred harus mengusir Imah, gundiknya, karena istri Eropanya yang cantik akan segera datang dari Belanda. Namun, Fred harus berhati-hati. Jika dia menyakiti hati gundiknya, ia harus waspada dengan pil 11 (larutan phenyl, arsenik, atau air liur kobra).

5. Gudang Nomor 012B

Gosip yang beredar ada hantu yang mencuri dari gudang beras. Hans, inspektur polisi, berencana untuk menyergap si hantu. Ternyata yang ditangkapnya bukan hantu, melainkan wanita yang sedang sakit lepra parah.

6. Semua untuk Hindia

Bastiaan de Wit adalah seorg wartawan. Kali ini ia meliput perang di Bali dimana dia punya adik kecil di sana. Raja telah meminta anak-anak dan wanita untuk mengungsi. Alangkah kagetnya ia ketika melihat seluruh isi Puri Denpasar seolah mengantar nyawa merangsek ke Batalion 11 yang menembaki mereka.

7. Tangan Ratu Adil

Ustaz Rakhim ditahan. Masyarakat menganggapnya sebagai tangan Ratu Adil. Lalu, terjadi pemberontakan. Ustaz Rakhim dibebaskan, tubuh-tubuh agen polisi bergelimpangan, pejabat, dan anggota keluarganya dipukul. Hanya Inspektur yang diberi kebebasan untuk pergi.

8. Pollux

Antoinne Pascale Renard, seorang Walloon (Belgia), dipenjara. Ia hanya menginap semalam di Stadhuis Batavia sebelum esok pagi ikut Pangeran Jawa berhati singa ke pengasingannya di Manado naik kapal Pollux. Iya, Renard diselamatkan Diponegoro.

9. Di Ujung Belati

Fabian Grijs mengacungkan belati ke Sabeni, seraya berucap, “Sadarkah kau, hidupmu ada di tanganku? Di ujung belati ini?” Dengan belati itu, Grijs mencungkil mata kanan Sabeni. Kemudian mereka bertemu di pertempuran, Sabeni membalas Grijs. Ia mengucapkan kata-kata yang sama sambil mengacungkan belati ke Fabian Grijs.

10. Bintang Jatuh

Telah direncanakan pembunuhan Von Imhoff, tapi ditunda eksekusinya. Valckenier memiliki rencana lain yang harus dilakukan.

11. Penunjuk Jalan

Jorijs Handlanger mengalami kecelakaan. Kereta kudanya jatuh ke jurang. Portirnya terluka parah. Di tengah perjalanan mencari bantuan dia bertemu dgn “Pangeran” yang baik hati. Dia menolong Jorijs dan portirnya. Siapa sangka Pangeran itu adalah Untung Suropati yang merupakan buronan Kompeni.

12. Mawar di Kanal Macan

Adelheid membenci suaminya. Dia memaki hukum yang tidak adil. Mengapa laki-laki boleh memelihara gundik, tetapi wanita yang jauh dari suaminya tidak boleh? Jika wanita ketahuan selingkuh akan dihukum. Ia mengajak Jan Dapper utk membunuh suaminya, tapi Jan Dapper menolak.

13. Penabur Benih

Pater ikut naik kapal ke tempat baru untuk menaburkan benih-benih agama. Namun, pelayaran itu tidak mudah karena banyak yang tertular sakit kuning dan mati. Sesampainya di Enggano mereka hanya tersisa 8 orang.

Setelah membaca semua cerpen yang ada di buku ini, saya merasa ini adalah buku yang kurang saya sukai dibandingkan buku-buku lainnya dari Iksaka Banu. Buat saya, cerpennya kurang menggugah.

By the way, dari semua tiga belas cerita pendek tersebut, yang menjadi favorit saya adalah “Pollux”. Bagi teman-teman yang sudah baca antologi cerpen ini, manakah yang menjadi favorit kalian?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: