#118 – Social Warming

58685753._sy475_

Judul: Social Warming: The Dangerous and Polarising Effects of Social Media
Penulis: Charles Arthur
Penerbit: Oneworld Publications (Kindle edition, 2021)
Halaman: 352
ASIN: B095PV2X3M (Bisa dibeli di Amazon)
Rating: 5 dari 5 ⭐ – it was amazing

Aku suka baca Social Warming karena bukunya ringan dan enak dibaca jadi mudah dipahami. Aku jadi lebih mengerti mengenai bahaya media sosial dan membuatku semakin belajar untuk berhati-hati dalam menggunakan media sosial.

Jadi, yang dimaksud dengan social warming adalah efek samping dari kemajuan teknologi yang membuat hidup kita semakin nyaman, sebuah konsekuensi yang tidak disengaja. Disebut warming karena terjadinya secara bertahap. Kita tidak ada sadar akan perubahan itu sampai akhirnya menjadi lebih buruk.

Social change isn’t marked by abrupt shifts, but by almost imperceptible changes in behavior and habits that are only obvious in retrospect.

Terjadinya social warming ini melalui tiga interaksi, yaitu:

1. The parallel rise of smartphone availability and social network accessibility
2. Each platform is able to learn and amplify what captures our attention, getting us to log in more frequently and for longer.
3. The amplification is unregulated and unrestricted.

Sudah terlihat toh memang tujuan media sosial itu membuat kita untuk terus mengaksesnya dan membuat kita kecanduan. Karena tujuannya ya kalau kita sudah kecanduan, semakin mudah bagi media sosial untuk meracuni kita dengan iklan mereka. Dan perusahaan media sosial pun semakin kaya. Karena prinsip media sosial itu ada tiga. Pertama, dapatkan pengguna sebanyak mungkin. Kedua, buat mereka kecanduan. Ketiga, monetisasilah para pengguna tersebut.

Tujuan awal media sosial diciptakan untuk connecting everyone. Niat yang baik, tetapi pada perkembangannya media sosial juga jadi tempat menyebar hoaks, radikalisasi, genosida, dan pelecehan. Memang ada hal positif dari media sosial, tetapi itu tidak menjadi fokus dalam buku ini.

Dalam buku ini, aku jadi bisa mengerti bagaimana proses media sosial bisa menjadi pemecah belah suatu bangsa atau negara. Selain memang karena isunya sudah ada jauh sebelum internet mudah diakses, penetrasi ponsel yang sudah tertanam media sosial juga dengan paket data murah khusus media sosial, membuat isu tersebut semakin liar dan melebar. Ditambah dengan masih banyak yang belum memiliki literasi digital yang baik, utamanya di negara-negara berkembang. Karena harga paket data yang mahal. Umumnya paket data media sosial hanya bisa mengakses media sosial dan jika ingin mengakses Google atau situs web lain dikenakan biaya paket internet lain yang lebih mahal sehingga membuat orang-orang menjadikan media sosial sebagai sumber berita utama, tanpa mengecek kebenarannya. Ini yang terjadi di Myanmar (kasus genosida Rohingya) dan Rwanda, juga polarisasi politik di Filipina. Meski demikian, hal tersebut — penyebaran hoaks, ekstremisme, polarisasi politik, pelecehan di media sosial– tidak hanya terjadi di negara berkembang, melainkan juga di negara maju, seperti di US. Semuanya itu terjadi karena, thanks to, algoritma.

Media sosial besar tidak hanya sekali dua kali dapat teguran dari pemerintah berbagai negara untuk dapat mengatur konten yang diposting, tetapi banyak saja alasannya, terutama Facebook. Dari yang kubaca, Mark Zuckerberg banyak banget ngeles-nya. Padahal jelas-jelas genosida di Myanmar dan Rwanda terjadi karena amplifikasi postingan di Facebook. Itu baru dua contoh. Belum lagi contoh-contoh lain yang dibahas di buku ini. Yah, tapi, setidaknya, media sosial besar, seperti Facebook, YouTube, dan Twitter, sepakat untuk lebih ketat dan menghapus postingan hoaks terkait Covid-19, termasuk postingan antivaksin.

Aku akan menutup resensiku ini dengan mengutip dari bab terakhir di buku ini yang menurutku bagus sekali.

In the past, our toolmaking ancestors knew what to do with something that didn’t work as required: redesign and reshape it to match your desired outcome. We can’t change our essential natures. But we can change our tools. The extent of social warming demonstrates that the time has come to reshape and redesign these broken tools we have come to rely on.

Yuk, para petinggi perusahaan media sosial, perbaiki media sosial yang kalian punya agar lebih ramah, nyaman, dan aman buat semua penggunanya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: