
Judul: Yang Terlupakan dan Dilupakan: Membaca Kembali Sepuluh Penulis Perempuan Indonesia
Penulis: Giovanni Dessy Austriningrum dkk.
Penerbit: Marjin Kiri (Cetakan I, Oktober 2021)
Halaman: xviii + 314
ISBN: 978-602-0788-19-7
Bisa dibeli di: Marjin Kiri
Rating: 5 dari 5 ⭐ – it was amazing
“Perempuan pernah menulis dan selalu menulis. Namun, mengapa pembahasan jejak karya para perempuan sangat terbatas sepanjang sejarah?” Kira-kira demikianlah, gagasan yang menjadi benih hadirnya Ruang Perempuan dan Tulisan berpijak dari kesadaran bahwa ekspresi dan kegiatan tulis-temulis para perempuan di Indonesia masih terlampau sedikit dibicarakan dalam nomenklatur kesusastraan negeri ini. (hal. v)
Dari keresahan tersebut lahirlah buku ini, Yang Terlupakan dan Dilupakan: Membaca Kembali Sepuluh Penulis Perempuan Indonesia.
Secara berturut-turut buku ini terdiri dari pembacaan kembali sepuluh penulis perempuan atas tulisan-tulisan dari penulis perempuan yang hampir atau tidak pernah atau jarang kita dengar namanya: Giovanni Dessy Austriningrum tentang S. Rukiah Kertapati (1927-1996), Isyana Artharini tentang Suwarsih Djojopuspito (1912-1977), Rain Chudori tentang Omi Intan Naomi (1970-2006), Dwi Ratih Ramadhany tentang Ratna Indraswari Ibrahim (1949-2011), Ni Made Purnamasari tentang Sugiarti Siswadi (meninggal 1983), Aura Asmaradana tentang Saadah Alim (1898-1968), Nur Janti tentang Maria Ulfah (1911-1988), Ayu Puspita Sari Ningsih tentang Hamidah/Fatimah Hasan Delais (meninggal 1953), Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie tentang Dahlia/Tan Lam Nio (1909-1932), dan Dhianita Kusuma Pertiwi tentang Charlotte Salawati (1909-1985).
Pembacaan ulang tersebut tidak hanya terbatas pada pembacaan karya tulis mereka, melainkan juga “menggali kembali kehidupan, pemikiran, karya, dan proses kreatif para perempuan penulis ini.” (hal. vii) Proses riset dilakukan melalui berbagai sumber, dari Perpustakaan PDS HB Jassin, arsip mikrofilm Perpustakaan Nasional, akses dari berbagai penelitian sebelumnya, wawancara langsung dengan pihak keluarga, dan karya riset — baik tesis, disertasi, buku — dari John McGlynn, Annabel Teh Gallop, Julie Shackford-Bradley, Tineke Hellwig, dan Alicia Lawrence.
Dari kesepuluh tulisan yang ada, saya paling menyukai kisah Omi Intan Naomi yang dituturkan oleh Rain Chudori. Ia pernah diramalkan akan mati muda dan ia tidak takut. Bagi orang lain mungkin menganggap apa yang ia lakukan dengan mengabaikan tubuhnya, kesehatannya, dan gaya hidupnya adalah sebagai sebuah bentuk abai atau ketidakpedulian akan dirinya sendiri, tetapi saya menganggapnya dia pemberani dan tidak takut mati. Saya mengagumi bagaimana Omi menyambut dengan penuh keberanian dan tangan terbuka kematiannya.
Semasa hidupnya, Omi selalu mengatakan ia akan mati muda. Pendapat tersebut muncul dari hasil pembacaan garis tangannya yang menandakan ia berusia pendek. … Dan saat jatuh sakit, Omi menolak untuk memeriksakan diri karena beranggapan penyakit yang dideritanya atau kematian yang akan dialaminya telah direncanakan oleh dunia untuknya. (hal. 92)
Untuk seseorang yang sangat takut akan kematian, orang-orang seperti Omi ini membuat saya angkat topi.
Saya tidak begitu tahu nama-nama penulis perempuan Indonesia kontemporer, lalu saya membaca judul buku ini membuat saya semakin ingin menutup wajah karena malu. Begitu terbatasnya wawasan saya akan dunia kepenulisan di Indonesia, utamanya dunia kepenulisan perempuan. Saya bersyukur saya menemui buku ini dan sudah membacanya. Saya jadi tahu bahwa nama penulis perempuan Indonesia yang bersejarah, yang berjuang, yang berkarya, tidak hanya R. A. Kartini, melainkan ada banyak. Sampai saat ini, setidaknya yang saya ketahui ada sepuluh nama tambahan.