#156 – Malam Seribu Jahanam

179532331Judul: Malam Seribu Jahanam
Penulis: Intan Paramadhita
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (cetakan I, Juni 2023)
Halaman: 362
ISBN: 978-602-06-7144-4
Rating: 4 dari 5 ⭐ – really liked it

Hajjah Victoria binti Haji Tjek Sun meramal tiga cucunya—Mutiara, Maya, dan Annisa—di tahun 1991. Ia meramal satu cucu menjadi penjaga, satu cucu menjadi pengelana, dan satu cucu menjadi pengantin.

Tidak disangka si bungsu, Annisa, yang paling cantik dan kesayangan ayah mengkhianati mereka semua dengan membalut tubuhnya dengan lalu meledakkan diri dan membunuh banyak orang. Annisa yang dikenal perempuan solihah, relijius, ternyata memahami Islam dari sudut pandang yang salah. Mutiara dan Maya terpukul. Mereka merasa gagal menjaga adik bungsu mereka.

Malam Seribu Jahanam ditulis dari empat sudut pandang. Masing-masing di awal bab akan diberi judul “Penjaga”, “Pengelana”, “Pengantin, dan “Pendongeng”. Judul-judul itu adalah petunjuk buat kita untuk mengetahui siapa yang bernarasi.

Buku ini menceritakan hubungan tiga saudara kandung dan satu orang lagi yang sudah dianggap saudara sendiri, tetapi ia terlupakan karena ia anak pembantu. Di sini kita bisa melihat dinamika hubungan kakak-beradik yang naik turun. Ada masa-masa di saat kakak cemburu terhadap adik yang cantik dan menjadi pusat perhatian. Ada pula masa-masa kakak yang sangat melindungi adiknya. Dan akhirnya masa ketika hubungan mereka merenggang. Ada juga perasaan salah satu anak yang merasa terasingkan, tidak disayang, dan “dibuang” ketika dia dititipkan ke nenek oleh orangtuanya. Ini semua sangat sering kita jumpai atau bahkan kita alami sendiri. Dan inilah yang membuat novel ini terasa dekat.

Mengangkat cerita dari kisah nyata tentang pemboman, kita mungkin tidak akan pernah tahu apa yang menjadi alasan sesungguhnya kenapa mereka melakukan bom bunuh diri, tetapi dalam Malam Seribu Jahanam kita diajak oleh Intan untuk bisa memahami dari sudut pandang keluarga pelaku. Bahwa ternyata mereka juga terluka dan menyalahkan diri sendiri.

Novel ini tidak hanya menulis dengan tema agama, tetapi ia juga bercampur dengan unsur dongeng, mistis, dan horor. Jadi, tidak heran kalau selama saya membaca novel ini saya merasakan seram dan tegang. Akan tetapi, saya bukan takut karena persoalan mistis dan horornya melainkan karena aura gelap yang menghantui satu keluarga ini dengan masing-masing kisahnya, dengan ketegangan yang diciptakan.

Malam Seribu Jahanam juga penuh dengan berbagai suara keresahan, seperti isu-isu diskriminasi terhadap perempuan dan LGBTQ+. Belum lagi terkadang pelaku diskriminasi itu terkadang dari keluarga sendiri. Sangat melelahkan untuk berjuang dan melawannya.

Buku ini memang seolah ingin menyampaikan banyak hal. Jadinya isinya memang padat, tetapi saya tidak merasa capek membacanya. Barangkali karena isu yang dibahas ada yang dekat dengan dunia saya. Bisa juga karena saya memiliki keresahan yang sama dengan apa yang dibahas di novel ini.

Akhirul kalam, dengan gaya penulisan yang menarik dan isu-isu yang dibahas juga menarik, saya memberikan nilai 4 dari 5 ⭐ untuk Malam Seribu Jahanam.

Tinggalkan komentar