#105 – Re:

Cover Novel Re

Judul: Re: (Re: #1)
Penulis: Maman Suherman
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (cetakan III, April 2016)
Halaman: vi + 160
ISBN13: 978-602-6208-31-6
Harga: Tersedia di Gramedia Digital Premium
Rating: 5 dari 5 ⭐ – it was amazing

Saya tahu novel Re: setelah menonton video Kang Maman yang menceritakan kisah nyata di balik novel ini. Video berdurasi 16 menit tersebut saya tonton sampai habis. Selama menonton saya tidak kuasa menahan sedih dan pedih. Hati ini ikut terasa hancur setelah mendengarkan cerita dari Kang Maman. Video yang saya maksud adalah video berikut ini:

Jadi, Re: adalah sebuah novel yang disadur dari skripsi Kang Maman sewaktu beliau kuliah di Kriminologi UI. Skripsi itu dibuatnya selama dua tahun dan selesai di tahun 1990.

Re: merupakan nama tokoh utama di dalam novel ini. Ia adalah seorang perempuan berusia 20an awal dan terjebak menjadi seorang pelacur lesbian di Jakarta.

Re: asli mojang Bandung. Ia terlahir dari keluarga menak Sunda yang terpandang. Keluarga Re: hidup berkecukupan dari hasil pertanian dan peternakan warisan keluarga sang kakek. Pada usia 15 tahun, ia kabur dari rumah dalam keadaan bunting. Ia lari ke Jakarta dan menginap di hotel sampai uang simpanannya habis. 

Seorang perempuan menghampirinya dan menawarinya tempat tinggal. Re:, yang waktu itu masih remaja polos dan kebingungan, menyambut sukacita tawaran tersebut. Baginya, perempuan tersebut adalah malaikat penolong. Namun, setelah Re: melahirkan, Mami Lani — nama perempuan tersebut — memberikan sebuah catatan berupa rincian biaya yang dikeluarkannya selama tiga bulan menanggung Re:. Biaya pengeluaran tersebut termasuk biaya makan tiga kali sehari, sabun, sampo, sikat dan pasta gigi, pakaian dan baju dalam, juga biaya pemeriksaan dokter hingga kelahiran bayi. Totalnya belasan juta rupiah dan itu menjadi utang Re:. 

“Kamu sekarang sudah bisa mulai kerja untuk membayar utang-utangmu, dengan melayani perempuan.” (hal. 83)

Mami Lani punya alasan untuk ini. 

“Kamu tidak bakal hamil lagi. Tidak bakal dibohongi dan ditipu laki-laki lagi.” Dan, “Kalau dengan perempuan aman. Tidak akan kena penyakit.” (hal. 83)

Sejak saat itu, resmilah sudah Re: menjadi pelacur lesbian. 

Saya bisa bilang Kang Maman sangat totalitas dalam membuat skripsinya. Bagaimana tidak, beliau selama dua tahun bisa masuk ke dalam sindikat perdagangan manusia. Beliau mengaku kepada Re: bahwa dia adalah seorang mahasiswa yang butuh duit dan mau menjadi sopir Re:. Nyawa Kang Maman menjadi taruhan di sini. Sedikit saja melakukan kesalahan dalam samarannya, anak buah Mami Lani bisa menghilangkan nyawa Kang Maman.

Mami Lani sangat kejam. Dari salah satu cerita Re:, Mami pernah menusuk perut perempuan yang bekerja untuk Mami begitu dia ketahuan hamil. Perempuan tersebut ditusuk pakai pisau cutter. Pisau cutter-nya dipatahkan dan disisakan di dalam perut. Sungguh biadab.

Membaca Re: menambah wawasan saya. Sungguh, saya tidak tahu sebelumnya ada pelacur yang khusus melayani perempuan. Di novel ini juga diceritakan berbagai pengalaman Re: dalam melayani pelanggan-pelanggannya. Jangan dibayangkan novel ini bakal sevulgar Jakarta Undercover atau menjadi semacam peta untuk menyusuri daerah-daerah lokalisasi di Jakarta. Pertama, Kang Maman memanusiakan tokoh Re:. Dia menulis Re: sebagai subjek yang menjadi korban dari perdagangan manusia.

Di novel ini kita melihat bagaimana pergulatan hati Re:. Ia tidak mau memeluk anaknya sendiri karena ia tidak mau anaknya kena keringat dari seorang pelacur. Atau, ketika Re: menitipkan uang simpanannya yang sebesar Rp5.750.000 ke Kang Maman, ia bilang, “Saya ingin menyogok Tuhan dengan tabungan saya.” Kang Maman kebingungan. Loh, kok menyogok Tuhan? Di dalam video YouTube di atas, di menit 10:07 Kang Maman menyampaikan jawaban Re:.

“Saya kan sudah mati dalam hidup dan saya kan keraknya neraka. Pelacur katanya kerak neraka, ‘kan? Tapi, saya percaya ampunan Tuhan lebih besar dari murka Tuhan. Kasih ini untuk anak saya meski anak saya tidak tahu siapa ibunya. Tapi kan Tuhan menjanjikan kita boleh meninggal tapi ada tiga amalan yang tidak akan putus, salah satunya doa anak yang soleh. Moga-moga dengan uang ini bisa menyekolahkan dia dan anak yang soleh ini akan mendoakan tantenya yang Tuhan tahu tantenya ini adalah ibunya.”

Atau, sepenggal isi surat Re: untuk Kang Maman:

Pernah kutanya,
adakah surga untuk Re: yang bergelimang dosa?
Jawabmu, semua orang berkalung salah dan dosa.
Tak ada yang bisa jangkau surga,
kecuali karena ampunanNya.
Re:, katamu, Tuhan bagi siapa saja! (hal. 153)

Itu yang pertama. Kedua, latar waktu novel Re: di akhir 1980an, jadi sekarang Jakarta sudah banyak berubah. Sehingga kalau kalian ingin menjadikan Re: sebagai peta untuk mencari tempat-tempat yang disebutkan, mungkin agak kesulitan. Kang Maman memang menuliskan nama-nama daerahnya saja, tetapi tidak selengkap di Jakarta Undercover

Re: sangat mudah untuk dinikmati sebagai sebuah karya. Hanya dalam hitungan dua atau tiga jam saya selesai membacanya. Bahasanya ringan, tidak bertele-tele, dan tidak ada ceramah atau perkara moral. Saya menyukai kejujuran Herman (narator di buku ini) yang mengakui di sini bahwa dia tertarik dengan Re: dan Herman menceritakannya secara santai, tanpa ada tambahan pertentangan batin semacam, “Ah, tapi kan dia pelacur? Bagaimana mungkin aku jatuh cinta pada seorang pelacur?” Ini menunjukkan bahwa jatuh cinta itu wajar, bahkan terhadap seorang pelacur sekalipun. Dan yang mengagumkan, Herman bisa melihat Re: melampaui Re: yang pelacur. Dia melihat Re: sebagai seorang manusia dan sebagai seorang ibu. 

Akan tetapi, saya masih ragu apakah Herman di sini adalah Kang Maman? Karena saya tidak tahu di mana batas antara fiksi dan kisah nyata di buku ini. Kalau Herman adalah Kang Maman dan perasaan romantisnya terhadap Re: itu nyata, berarti… wah, penelitian skripsi Kang Maman ini kompleks sekali dong ya dengan segala perasaan yang terlibat? 

Saya mencoba membayangkan perasaan Kang Maman sewaktu menulis skripsinya. Selama dua tahun harus menyamar dengan hati-hati, dekat dengan kehidupan gelap, belum lagi harus bersikap objektif sebagai peneliti meski saya tahu itu bakal susah. Pasti Kang Maman melibatkan emosinya selama penelitian berlangsung. Bagaimana dia menjadi dekat, bersimpati, dan berempati dengan Re: dan anak Re:. Menonton videonya dan membaca novelnya saja saya tidak kuat menahan perih, apalagi kalau harus meneliti secara langsung.

By the way, di akhir suratnya, Re: meninggalkan pesan untuk Kang Maman.

Man,
kalau mau ikut surgakan aku,
tuntaskan skripsimu.
Tulis apa adanya, kabarkan tentangku
dan tentang duniaku.

Jaga dan peluk Melur, untukku.
Bisikkan selalu:
“Nak, Ibumu mencintaimu.” (hal. 153)

Jadi, wahai para anggota DPR yang terhormat, kapan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan? 

 

3 tanggapan untuk “#105 – Re:”

  1. Kak Kimi…thanks a Lot untuk ulasannya!! Buku ini sempat ada di list TBR, baca ulasan Kak Kimi setidaknya dapet gambaran mengenai bagaimana ceritanya. Sepertinya bakalan kubaca dalam waktu dekat 😆

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: