Judul: In Cold Blood
Penulis: Truman Capote
Penerjemah: Santi Indra Astuti
Penerbit: PT Bentang Pustaka (cetakan I, September 2007)
Halaman: viii + 476
ISBN 13: 978-979-1227-09-4
Harga: Rp 30.000,-
Rating: 4/5
Holcomb, Kansas, adalah sebuah kota kecil. Penduduknya tidak hanya saling kenal satu sama lain, melainkan juga bisa hafal sejarah keluarganya. Ketika Nancy Ewalt dan Susan Kidwell ke rumah Clutter pada Minggu pagi dan mendapati satu keluarga itu dibunuh, sontak kota kecil itu diselimuti ketakutan.
Herb Clutter, Bonnie Clutter, Nancy Clutter, dan Kenyon Clutter harus menjadi korban pembunuhan yang dilakukan Perry Smith dan Richard “Dick” Hickock. Pembunuhan itu terjadi pada tanggal 15 November 1959. Bonnie, Nancy, dan Kenyon tewas ditembak di kepala, sementara Herb Clutter tewas dengan leher nyaris putus. Smith dan Dick nekad melakukan pembunuhan itu untuk uang tak lebih dari 50 dolar.
Ketika saya membaca sampul belakangnya, serta merta saya penasaran. Dua orang mantan residivis ini tega membunuh empat nyawa hanya karena 50 dolar? Apa sebenarnya yang menjadi motif pembunuhan itu? Rasa sakit hati kah? Atau murni perampokan? Saya pun mulai membuka halaman pertama. Sejak halaman pertama ini saya sudah terganggu dengan terjemahan jelek dan kaku dari penerjemahnya. Yang bisa membuat saya bertahan membaca nonfiksi novel–Capote melabelinya demikian–ini karena saya penasaran apa yang menjadi motif kejahatan itu.
Capote menulis dengan detil kejadian sebelum dan sesudah pembunuhan. Dia dengan rinci menjelaskan kehidupan keluarga Clutter dan juga rinci menjelaskan latar belakang Smith dan Dick. Semuanya mendapatkan porsi yang sama dan pas. Capote berhasil menjelaskan sisi emosi Smith dan Dick, membuat saya bisa memahami dan menaruh rasa iba terutama dengan Smith.
Hal yang menarik dari In Cold Blood adalah bagaimana Capote mengatur alur ceritanya. Capote tidak tergesa-gesa memberikan kita motif serta kapan dan bagaimana kedua pelaku kejahatan itu tertangkap. Diawal-awal saya dibuat penasaran dengan motif. Setelah saya tahu apa yang menjadi motif kejahatan, saya mengangguk-angguk seraya berkata, “Oh, rupanya karena Floyd Wells ini toh berkoar-koar ke Dick dan Smith tentang keluarga Clutter.” Rasa penasaran saya tuntas terpenuhi. Namun, ada rasa penasaran berikutnya yang muncul. Bagaimana mereka tertangkap? Kok sepertinya susah sekali menangkap mereka? Capote dengan sabar menjelaskan setelah Dick dan Smith kabur ke Meksiko dan kehabisan uang di sana, mereka kemudian kembali ke Amerika Serikat dan akhirnya tertangkap di Las Vegas. Lagi, setelah rasa penasaran terjawab, muncul kembali rasa penasaran berikutnya. Bagaimana dengan hukuman mereka? Capote kembali memberi penjelasan dengan sabar. Dia menceritakan proses persidangan Dick dan Smith dengan cukup detil. Pro-kontra hukuman mati juga dibahas di sini.
Seandainya saja terjemahan dari Mbak Santi ini bagus, niscaya saya akan memberikan nilai 5 bintang dari 5.
Satu komentar pada “#10 – In Cold Blood”