#16 – Sabtu Bersama Bapak

Sabtu Bersama BapakJudul: Sabtu Bersama Bapak
Penulis: Adhitya Mulya
Penerbit: GagasMedia (cetakan VI, 2014)
Halaman: x + 278 halaman
ISBN 13: 978-979-780-721-4
Harga: Rp 48.000,-
Rating: 5/5

Jujur saja, Sabtu Bersama Bapak adalah buku pertama Adhitya Mulya yang saya baca. Itupun saya tertarik membeli novel ini karena judulnya mengingatkan saya akan ayah saya. Saya memang punya sentimen yang sangat tinggi terhadap apapun yang berhubungan dengan relasi antara ayah dan anak.

Butuh waktu hampir tiga minggu dulu setelah saya membaca novel ini lalu saya menulis riviunya. Bukan apa-apa, tapi karena Sabtu Bersama Bapak mengingatkan saya pada seseorang yang saya sayangi dan saya hormati.

Jadi, Sabtu Bersama Bapak berkisah tentang keluarga Garnida. Gunawan Garnida memiliki istri dan dua orang anak laki-laki bernama Satya dan Cakra. Dia sangat mencintai keluarga kecilnya. Begitu mengetahui kanker yang dideritanya akan merenggut nyawanya dalam satu tahun membuatnya harus berputar otak agar anak-anaknya yang masih kecil tidak merasa kehilangan bapak mereka. Gunawan lalu memutuskan untuk merekam dirinya menggunakan handycam.

Gunawan sudah mewasiatkan kepada istrinya, Itje, agar Satya dan Cakra menonton video rekaman dirinya satu kali dalam seminggu, yaitu setiap hari Sabtu. Maka tidak heran jika Satya dan Cakra selalu antusias menyambut hari Sabtu. Karena hari Sabtu berarti saatnya hari bersama Bapak. Begitulah, meski Gunawan meninggal ketika Satya dan Cakra masih berusia delapan dan lima tahun, Satya dan Cakra tidak kehilangan sosok ayah. Karena Gunawan tetap bersama mereka. Dia tetap membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang.

Satya dan Cakra pun tumbuh menjadi laki-laki yang punya prinsip. Mereka memegang teguh prinsip dan nilai-nilai yang diajarkan oleh bapak mereka. Satya tumbuh menjadi pria dewasa yang pintar dan bertanggung jawab pada keluarga. Cakra juga tumbuh menjadi pria yang memiliki kepribadian matang.

Keduanya memiliki persoalan mereka masing-masing. Satya yang sempat “kehilangan arah” beruntung segera kembali ke track-nya. Dia belajar menjadi suami dan ayah yang baik dari bapaknya. Cakra berjuang mencari cinta dan nilai-nilai yang ditanamkan bapaknya membuatnya berhasil mendapatkan wanita yang baik.

Membaca Sabtu Bersama Bapak membuat saya teringat salah satu kutipan dari film 7/24:

The good foundation of everything is a good family.

Dan saya mengamini hal tersebut. Keluarga Garnida adalah keluarga yang harmonis. Meski Gunawan tidak bisa hadir secara fisik di tengah-tengah keluarga tersebut, dia tetap hadir di hati masing-masing anggota keluarganya. Itje pun berhasil membesarkan anak-anak mereka sendirian, tentunya dengan dibantu Gunawan melalui rekaman videonya. Lalu, lihatlah Satya dan Cakra ketika dewasa mereka menjadi pria baik yang berkarakter, bertanggung jawab, dan sholeh.

Membaca wejangan-wejangan dari Gunawan untuk kedua putranya di sepanjang novel ini membuat saya bisa memahami kenapa pada akhirnya Satya dan Cakra bisa tumbuh menjadi pria dewasa yang, yah, seperti itu. Mereka beruntung punya ayah yang menjadi role model yang patut. Nasihat dari Gunawan kepada anak-anaknya membuat saya mengangguk-angguk setuju dan tidak bisa membantah.

Cobalah lihat pandangan Gunawan yang tidak setuju anak sulung diberi beban yang terlalu berat:

“Seorang anak, tidak wajib menjadi baik atau pintar hanya karena dia sulung. Nanti yang sulung benci sama takdirnya dan si bungsu tidak belajar tanggung jawab dengan cara yang sama. semua anak wajib menjadi baik dan pintar karena memang itu yang sebaiknya semua manusia lakukan.”

“Menjadi panutan bukan tugas anak sulung–kepada adik-adiknya. Menjadi panutan adalah tugas orangtua–untuk semua anaknya.” (hal. 105 – 106)

Lalu, nasihat Gunawan tentang mimpi:

Bapak minta kalian bermimpi setinggi mungkin. Dengan syarat, kalian merencanakannya dengan baik.
Bapak minta kalian bermimpi setinggi mungkin. Dengan syarat, kalian rajin dan tidak menyerah.
Bapak minta kalian bermimpi setinggi mungkin. Tapi mimpi tanpa rencana dan action, hanya akan membuat anak istri kalian lapar.
Kejar mimpi kalian.
Rencanakan. (hal. 151)

Kemudian, ajaran Gunawan yang dipegang teguh Cakra dalam mencari jodoh:

“Kata Bapak saya… dan dia dapat ini dari orang lain. Membangun sebuah hubungan itu butuh dua orang yang solid. Yang sama-sama kuat. Bukan yang saling ngisi kelemahannya, Yu.”
“…”
“Karena untuk menjadi kuat, adalah tanggung jawab masing-masing orang. Bukan tanggung jawab orang lain.” (hal. 217)

Adhitya Mulya mengajarkan nilai-nilai kepada kita melalui Gunawan tanpa menggurui. Nilai-nilai yang menurut saya tidak ada salahnya untuk kita dengarkan dan terapkan dalam kehidupan kita. Membaca Sabtu Bersama Bapak juga seperti membaca sekilas tentang parenting, yang pada akhirnya mendorong saya untuk mulai membaca mengenai parenting dari sekarang. Yah, setidaknya mencicil lah… 😛

Akhirul kalamSabtu Bersama Bapak sukses membuat saya termotivasi dalam satu hal: membangun dan memiliki keluarga yang harmonis dan bahagia. The foundation of everything is a good family, remember?

Eh, ada yang ketinggalan. Sebelum benar-benar mengakhiri riviu kali ini, ijinkan saya mengutip satu hal lagi yang membuat hati saya benar-benar mencelos:

“Satya, Cakra…
Meski Bapak tidak ada di samping kalian, semoga semua pesan yang kalian terima bertahun-tahun berhasil membantu kalian menjalani apapun yang kalian jalani.”
“Ini adalah video terakhir Bapak.
Bapak sudah merekam semua pesan yang ingin Bapak sampaikan.
Pesan-pesan yang Bapak anggap penting untuk kalian.
Jika kalian menyaksikan video ini, artinya sebentar lagi kalian akan menikah. Akan menjadi kepala dari sebuah keluarga. Suami dari seorang istri. Dan Bapak dari seorang anak.
Tugas Bapak membimbing kalian,
selesai di sini.
Tugas kalian sekarang, membimbing keluarga kecil kalian.
Selalu ingatkan kepada diri kalian, untuk memberikan yang terbaik bagi mereka.
Karena kehadiran mereka adalah hal yang terbaik yang dapat terjadi pada kalian.
Sebagaimana kehadiran Mamah dan kalian.
Menjadi hal terbaik dalam hidup Bapak.
Terima kasih untuk itu. Terima kasih sudah membahagiakan Bapak.
Untuk terakhir kalinya, Bapak ucapkan, Bapak sayang kalian.
Assalamu’alaikum wr.wb.” (hal. 272 – 273)

3 tanggapan untuk “#16 – Sabtu Bersama Bapak”

Tinggalkan komentar