#30 – Kerumunan Terakhir

Kerumunan TerakhirJudul: Kerumunan Terakhir
Penulis: Okky Madasari
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama (cetakan I, 2016)
Halaman: 357
ISBN-13: 978-602-03-2543-9
Harga: Rp 88.000,- (diskon 10% jika beli di Gramedia menggunakan kartu anggota Kompas Gramedia)
Rating: 3/5

Kerumunan Terakhir bercerita tentang Jayanegara. Ia adalah seorang pria pecundang di kehidupan nyata, namun menjelma menjadi seseorang yang cukup punya nama di dunia maya. Di dunia baru tersebut dia memakai nama Matajaya.

Novel ini terdiri dari tiga bagian, yaitu Dunia Pertama, Dunia Kedua, dan Dua Dunia Bermuara.

Dunia Pertama

Pada bagian ini semuanya bermula. Jaya, begitu dia biasa mengenalkan dirinya karena dia tidak begitu menyukai nama lengkapnya, adalah anak pertama dari empat bersaudara. Ayahnya seorang intelektual. Dia dosen di universitas ternama dan punya jabatan. Ibunya hanya seorang guru madrasah.

Jaya membenci ayahnya. Ayahnya selalu menasehati anak-anaknya agar rajin sekolah lalu punya pekerjaan. Jaya melihat ayahnya munafik. Memiliki pendidikan tinggi tapi bermoral bejat. Ayahnya menyakiti ibu Jaya dengan kerap bermain perempuan. Sampai akhirnya ibunya pergi meninggalkan rumah. Sejak saat itu Jaya semakin membenci ayahnya.

Dunia Kedua

Jaya yang tidak memiliki prestasi apa-apa di dunia nyata–kabur dari rumah, putus kuliah, pengangguran–mencari dunianya sendiri di internet. Pada proses pelariannya ini dia menciptakan jati diri baru. Jika dia tidak memiliki eksistensi berarti di dunia nyata, maka dia harus memiliki peran penting di dunia maya.

Di Dunia Kedua ini Jayanegara adalah Matajaya, seorang fotografer amatiran yang tinggal di New York bersama pacarnya. Di sinilah Jaya sudah tidak dapat membedakan lagi mana yang nyata dan mana yang khayalan. Jaya begitu menganggap penting persona dirinya di media sosial. Dia semakin haus akan perhatian, ingin punya pengaruh, ingin berteman dengan orang-orang yang sudah punya nama di internet. Intinya dia menganggap penting apapun yang terjadi di Dunia Kedua.

Bualan atau kebenaran tak ada bedanya di dunia kita sekarang. Aku mengulang kata-kata Kara itu berkali-kali. Dunia baru ini memungkinkan setiap orang lahir kembali. Orang-orang kalah dari dunia lama berbondong-bondong mencari tanah baru, tempat mereka bisa membangun semuanya kembali dari awal tanpa terus dihantui oleh nama, pengalaman, dan ingatan-ingatan tentang kekalahan. (hal. 145)

Dua Dunia Bermuara

Pada bagian ini Jaya ditampar oleh realita. Ketika dunia baru dan dunia lamanya beririsan, Jaya akhirnya terbangun dan sadar bahwa dunia maya tidak seindah yang dibayangkan.

Kerumunan Terakhir menceritakan apa yang sedang “in” sekarang ini, yaitu fenomena media sosial. Bagi saya terasa Mbak Okky ingin berbagi kegelisahan. Dengan baik Mbak Okky menggambarkan orang-orang jaman sekarang yang begitu mementingkan citranya di dunia maya. Ramai-ramai orang membuat pencitraan baru: swafoto dengan menampilkan wajah terbaik, berdebat kusir karena ingin dinilai pintar dan berwawasan luas, atau menciptakan ilusi dengan mengarang indah tentang dirinya seperti yang Jaya lakukan.

Mereka semua tergila-gila pada kata-kata, pada citra, pada bayangan yang mereka buat sendiri … (hal. 136)

Sekarang kita juga masuk ke dalam kerumunan yang ingin menjadi terdepan dalam berbagi apa saja, termasuk berbagi foto korban kecelakaan misalnya. Kita juga masuk ke kerumunan lain yang gemar menindas orang lain secara beramai-ramai. Kita lupa (atau bahkan tidak mau tahu) bahwa perbuatan kita tersebut bisa membuat orang lain sedih, depresi, bahkan bisa bunuh diri. Lalu, setelah itu apa yang kita dapat? Tidak ada. Kita terus melanjutkan hidup seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Teman-teman bisa baca ceritanya di sini untuk kasus di luar negeri. Sementara di dalam negeri sendiri teman-teman masih ingat dengan Sonya Depari atau Florence Sihombing?

Kerumunan Terakhir sangat dekat dengan keseharian kita. Ceritanya terasa begitu nyata. Novel ini merupakan sindiran halus bagi kita yang terlalu mengagung-agungkan media sosial. Lantas, apa media sosial itu salah? Tidak. Namun, kita sebagai penggunanya harus pandai mengatur diri sendiri dalam menggunakannya. Ketika sekat-sekat antara dunia nyata dan dunia maya semakin tipis di situlah kita sudah harus semakin mawas diri.

*gambar dari Goodreads

5 tanggapan untuk “#30 – Kerumunan Terakhir”

  1. dunia semu huhu dan diskon buku 10% di togamas jogja diskon semua buku tiap hari minimal 15% tanpa perlu jd anggota klub apapun hihi

Tinggalkan komentar